Jumat Legi, 11 Oktober 2024
Imam Nawawi Al-Bantani lahir di desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Banten bagian utara pada tahun 1814 Masehi (1230 Hijriyah) dengan nama asli Muhammad Nawawi. Beliau selain dikenal sebagai ulama asal Indonesia yang menjadi imam di Masjid al-Haram, juga sebagai pengarang yang produktif, dan seorang guru yang murid-muridnya menjadi tokoh dan ulama besar. Syekh Nawawi Al-Bantani wafat di Pada tanggal 25 Syawal 1314 H/1897 M. pada usia 84 tahun. Ia dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, istri pertama Nabi SAW. Anda bisa melakukan wisata religi dengan mengunjungi makam beliau di Arab Saudi.
Semasa hidupnya, beliau juga dikenal memiliki keistimewaan (karomah). Beberapa karomahnya antara lain :
Telunjuknya Menjadi Lampu
Salah satu karomah Imam Nawawi al-Bantani adalah menjadikan telunjuknya lampu. Pada suatu malam Imam Nawawi al-Bantani sedang dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Beliau duduk di atas ‘sekedup’ unta atau tempat duduk yang berada di punggung unta. Dalam perjalanan di malam hari yang gelap gulita itu, beliau mendapat inspirasi untuk menulis, dan jika insipirasinya tersebut tidak segera diwujudkan (ditulis), maka akan segera hilang dari ingatan. Oleh karena itu, kemudian beliau berdo’a, “Ya Allah, jika inspirasi yang Engkau berikan malam ini akan bermanfaat bagi umat dan Engkau ridhai, maka ciptakanlah telunjuk jariku ini menjadi lampu yang dapat menerangi tempatku dalam sekedup ini, sehingga oleh kekuasaan-Mu akan dapat menulis inspirasiku.”
Ajaib. Dengan kekuasaan-Nya, seketika itu pula telunjuk Imam Nawawi menyala, menerangi ‘sekedup’ tersebut. Mulailah beliau menulis hingga selesai dan telunjuk jarinya itu kembali padam setelah beliau menjelaskan semua penulisan hingga titik akhir. Konon, kitab tersebut adalah kitab Maroqil Ubudiyah, komentar kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al-Ghazali.
Melihat Ka'bah Dengan Telunjuknya
Imam Nawawi al-Bantani memiliki keistimewaan sejak remaja. Karomah tersebut beliau tunjukkan saat mengunjungi masjid Sekojan di ]akarta. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah saw. Sayyid Utsman bin 'Agil bin Yahya al-‘Alawi, yang juga merupakan masjid ulama dan mufti Betawi tersebut ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi masjid itu adalah Sayyid Utsman sendiri.
Kemudian, beliau (Sayyid Usman) kedatangan anak remaja (Syeikh Nawawi) yang menyalahkan arah kiblat masjid tersebut. Ketika anak remaja yang tak dikenalnya itu menyalahkan penentuan kiblat, kaget lah Sayyid Utsman. Diskusi pun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsman tetap berpendirian bahwa arah kiblat Masjid Pekoja-nya itu sudah benar. Sementara Imam Nawawi remaja berpendapat arah kiblat masjid itu salah, dan harus dibetulkan.
Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapat mereka masing-masing dengan keras, Imam Nawawi meletakan tangan kirinya ke bahu Sayyid Utsman (merangkul) dan tangan kanannya menunjuk sesuatu.
“Lihatlah, Sayyid. Itulah Ka’bah tempat kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka’bah,” ujar Syeikh Nawawi remaja. Sontak, Sayyid Utsman termangu dan keheranan. Ka’bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Imam Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsman merasa takjub dan menyadari remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan oleh Allah Swt., yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karamah itu, di mana pun beliau berada Ka bah tetap terlihat.
Dengan penuh hormat, Sayyid Utsman langsung memeluk tubuh kecil Imam Nawawi remaja, dan berjabat tangan sambil mencium tangannya. Namun, ketika Sayyid Utsman ingin mencium tangannya, Imam Nawawi remaja menarik tangannya. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.