Selasa Kliwon, 19 Maret 2024


Kisah Sungai Deli yang Penuh Misteri


sungai deli medan

Sungai Deli yang terdapat di Medan memiliki misteri tersendiri. Bagi warga kota Medan, sungai ini bukan hanya sebagai lumbung air tetapi juga memiliki sejarah yang panjang dalam perjalanannya. Sungai Deli yang hulunya di Delitua mengalir ke Belawan. Sungai ini zaman dahulu kala digunakan Kerajaan Aru untuk berlayar ke negeri jiran. Bahkan dalam cerita rakyat Sumatera Utara, naga memanfaatkan Sungai Deli untuk menyelamatkan Putri Hijau. Seolah mendukung kebenaran cerita ini, di Namor Rambe (Delitua) ada situs Putri Hijau dengan bekas benteng pertahanannya, juga bekas istana dan sumur tempat pemandiannya. Keberadaan situs tersebut sekaligus merupakan suatu bukti bahwa Sungai Deli menjadi alat transportasi bagi kerajaan Delitua. 

Karena itu tidak seorangpun yang dapat menghalangi perjalanan kerajaan Delitua, walau bajak-bajak laut sekalipun. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat dan orang tua yang masih mengingat-ingat kisah kakek moyangnya disebutkan bahwa sungai memang tidak seperti sekarang ini. Kala itu air sungai masih jernih namun sangat angker. Karena itulah sungai itu memiliki pawang agar perjalanan pembesar kerajaan tidak ada yang mengganggu. Sungai Deli disebutkan sebagai sungai yang terindah pada zamannya sebab  bisa dimanfaatkan airnya untuk minum tanpa di masak. Konon, biia Putri Hijau berlayar menikmati indahnya Sungai Deli, maka seketika itu airnya jernih dan tak ada sampah yang mengalirinya. 


Baca juga :

Mengapa dinamakan Sungai Deli? Karena sungai ini melintas di tanah Deli. Menurut catatan sejarah, pada abad ke 18 Syekh Nurudin Ar Raniri dalam tahun 1637 pernah mengarang Kitab Bustanussalatin mengenai kehidupan Sultan Iskandar Than dari Aceh. Dalam kitab itu disebut nama negeri Gori (Guri Gurai) yang tadinya bernama Haru. Goru menjadi Gori adalah nama untuk Haru dan nama lama untuk Deli. Wilayah Guri adalah bagian dari Haru yang terletak antara sungai Batang Serangan dengan Sungai Deli yang kini dikenal dengan Hamparan Perak. Nama Gori untuk wilayah Deli karena berkaitan dengan salah seorang nenek moyang Sultan Langkat yang disebut Marhoin Guri, yang makamnya terdapat di sekitar Hamparan Perak. Pada akhir abad ke 16 Haru dan Guri lenyap, dan di masa itulah lahir nama Deli. Misteri Sungai Deli sampai kini belum terkuak, sebab sungai ini memiliki sejarah yang panjang. Tentang nama Sungai Deli dalam peta Wilem pada 10 April 1622 memberi nama Rio De Delim untuk nama sungai ini, yang di masa itu juga disebut Sungai Petani. 

Berkaitan dengan Sungai Deli ada kisah yang sangat menarik. Disebutkan, Raja Aceh terpaut dengan Putri Hijau. Sang raja yang bernama Sultan Muda dari Aceh Al Muqhayat Syah itu berlayar dari Belawan ke Sungai Deli menuju Delitua. Karena cintanya ditolak, akhirnya menyebabkan terjadinya perang merebut kerajaan Aru untuk memiliki sang putri karena kecantikannya luar biasa. Putri Hijau bisa ditawan Raja Aceh, yang kemudian membawanya berlayar di Sungai Deli. Tetapi tiba-tiba badai datang dan ombak besar menghadang sehingga Putri Hijau lenyap dari kapal Raja Aceh. 

Pada tahun 1522 pasukan Sultan Muqhayat Syah dari Aceh menyerang Kerajaan Haru melalui alur Sungai Deli dan kerajaan Haru tunduk pada kerajaan Aceh. Pada tahun 1533 kerajaan Haru yang telah dikuasai kerajaan Aceh diserang oleh Portugis juga melalui alur Sungai Deli. Pertempuran-pertempuran terjadi di Sungai Deli baik perang antara kerajaan Aceh, kerajaan Aru dan Portugis juga di sungai Babura kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Medan, yang artinya kampung pertempuran di medan perang. Medan artinya wilayah pertempuran. Medan yang berasal dari pertempuran yang dulunya sebuah kampung kini menuju kota metropolitan. 

Sejarah berdirinya kota Medan dalam artikel Medan dari Kampung Menjadi Metropolitan yang ditulis Dewi Budiati Taruna J. Said yang dikutip dari berbagai buku dan sumber lainnya, menyebutkan bahwa Medan dahulunya tidak lebih dari sebuah kampung kecil yang sepi. Pada tahun 1822, salah seorang asisten gubernur Inggris yang bernama Jhon Anderson, mendapat tugas untuk menyisir Pantai Timur Pulau Sumatera. Saat itu, Deli sudah diperintah oleh Sutan Siak, yakni Sultan Panglima Alam Syah. Anderson ditugaskan untuk membuat jurnal perjalanan secara langsung sekaligus mendata jumlah penduduk Pantai Timur pulau ini. Jurnal itu akhirnya menjadi sebuah buku terkenal yang berjudul 'Mission To The Eastcoast': Dalam buku itu, Anderson menulis asal muasal Medan adalah berupa perkampungan kecil berpenduduk 200 orang yang terletak di pinggiran sungai. Medan yang datar merupakan tempat pertemuan dua arus sungai, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli. Sedangkan di dalam buku "Riwayat Hamparan Perak", Tengku Lukman Sinar menuliskan; pula bahwa kampung Medan berdiri tahun 1590 oleh Raja Guru Patimpus yang juga nenek moyang dari Datuk Hamparan Perak dan Datuk Suka Piring. Keduanya adalah kepala suku dari empat orang kepala suku yang ada di Kesultanan Deli. Medan yang juga dikenal dengan Tanah Deli, mulai populer saat seorang warga Belanda bernama Nienhuys membuka perkebunan tembakau di daerah ini. Lahan Medan yang subur mampu menghasilkan tembakau bermutu tinggi. 

Tembakau Deli sangat terkenal sampai di seluruh dunia sekaligus mendongkrak popularitas Medan. Tak heran, berbagai warga asing pun berdatangan dari berbagai penjuru dunia untuk menetap di kota ini sekaligus menanam modal di tanah Deli. Medan juga pernah menjadi pusat pemerintahan Sumatera Timur dan Kerajaan Deli. Bahkan pemerintah Belanda saat itu memutuskan untuk memindahkan pusat kegiatannya dari Kampung Labuhan ke Kampung Medan Putri. Sejak itu perkembangan, Medan meroket pesat yang akhirnya mengantarkan daerah ini menjadi Kota Praja. 

Pesatnya perkembangan diikuti pula dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk. Dalam beberapa tahun saja, Medan telah berpenduduk kurang lebih 44.000 jiwa terdiri dari warga Eropa, China dan Pribumi. Untuk menampung perkembangan kota yang begitu pesat, pemerintahan saat itu memutuskan memperluas kota beberapa kali bahkan hingga tiga kali lipat. Tidak cukup sampai di situ saja, beberapa bagian wilayah Deli Serdang pun terpaksa dimasukkan dalam wilayah kota Medan. Tahun 1866 Jaannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan "de Deli Maatscapir di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri" Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama "Kota Medan". Oleh karena itu urgen untuk melestarikan cagar budaya Kota Medan sebagai aset sejarah yang akan diwariskan kepada generasi muda.







 


MARGARITOMANCY

Metode ramalan yang menafsirkan pantulan butir-butir mutiara yang dilemparkan.

CLEROMANCY

Metode ramalan yang menggunakan medium benda berbentuk bongkahan atau benda yang mirip dadu seperti kelerereng atau cangkang mutiara.




RAMALAN


Grup Telegram Dunia Gaib

belajar metafisika