Kamis Pahing, 21 November 2024
Terdapat beragam versi atau penjelasan seputar lathaif. Hal ini bertalian dengan riadhah. Terutama terkait dengan ajaran yang berkaitan dengan amal dan zikirnya. Sebagaimana diketahui, dalam tarekat naqsyabandiyah, baik cabang bahaiyah, mujjaddiyah, khalidiyah, dhiyaiyah maupun dalam khalawatiyah, dan sebagainya, banyak berhubungan dengan istilah-istilah dalam bahasa persi, bahasa pendirinya naqsyabandiyah. Tentu saja terdapat istilah-istilah yang tidak mudah difahami. Namun demikian, kami akan mencoba memaparkan beragam versi tersebut. Penjelasan untuk hal ini dijelaskan oleh profesor abubakar aceh dalam bukunya pengantar ilmu tarekat.
Pada umumnya dikatakan bahwa manusia terdiri dari 10 lathaif yang terbagi atas 2 alam. Lima diantaranya berasal dari alam khalak dan alam amar.
Alam khalak itu terdiri dari nafsu hewani atau tubuh yang bersifat hewan dan 4 anasir yang sering dikenal dengan istilah: turab (tanah), ma (air), hawa (angin) dan nar (api). Keempatnya merupakan anasir susunan manusia yang kita kenal dalarn ajaran tasawuf. Anasir susunan tubuh manusia tersebut ada yang bersifat mengangkat derajat manusia itu kepada tingkatan malaikat. Tetapi ada pula yang menuruntkan derajat ke arah tingkatan binatang. Nafsu hewani ini dapat diumpamakan jauharah halus yang bersifat asap, yang menggerakkan natiqah dan hakikat insan, yang bersama akal dapat digunakan juga roh hewani yang memberi kehidupan bagi manusia. Apabila roh ini putus atau pergi, maka dapat dikatakan bahwa manusia itu telah meninggal atau menjadi mayat.
Disebutkan bahwa kekuatan diri manusia itu terletak di dalam otak atau yang dinamakan nafsu natiqah dan hakikat insan, yang bersama akal dapat digunakan untuk musyahadatul a'yan sabitah. Bersifat gaib dengan segala bagian-bagiannya dan kasyaf, baik yang bersifat wujdani maupun yang bersifat hakiki. Sementara itu, perasaan manusia sebagiannya terdiri dari panca indera dan sebagian lainnya terdiri dari pada tingkatan jiwa yang tujuh. Dimulai dengan jiwa amarah dan disudahi dengan jiwa ubudiyah.
Adapun alam amar terdiri dari 5 lathaif, yaitu qalb (hati), ruh (roh), sir (rahasia), khofi (ilham Tuhan), dan akhfa (ilham Tuhan yang lebih pelik). Dapat dikatakan bahwa kata khofi dan akhfa itu tidak dapat diterjemahkan secara mutlak ke dalam Bahasa Indonesia. Dalam istilah ahli sufi, kata khafa lebih bermakna lathifah rabbaniyah, yang dicurahkan Tuhan ke dalam ruh manusia dengan kekuatan tertentu. Agar lebih mudah difahami maka khafa diterjemahkan dengan istilah: ilham Tuhan.
Qalb atau hati adalah lathifah sanubari, yang berupa darah, terletak di sebelah dada kiri ke bawah, ruh hewani terletak di sebelah kanan, ruh insan terletak di antara dada. Sedangkan pada bagian puting kiri dinamakan sir. Adapun yang terletak diantara dua putting kanan dinamakan khafi. Lalu yang di tengah dada dinamakan akhfa. Lathifah-lathifah yang disebutkan tersebut mempunyai sifat—sifat luar biasa yang merupakan bagian dari karunia Allah SWT.
Hati atau qalb tersebut merupakan tempat riqqah (kelemahan), marifat (marifat), hub (rasa cinta) dan sabr (sabar). Ruh ialah tempat rahmat, basath dan surur, yaitu tempat kasih sayang, kemurahan dan kegembiraan. Sir ialah tempat farah, dhahak, ghurar, yaitu tempat gembira, tertawa dan kebimbangan. Khofi ialah tempat hazan, khauf, buka, yaitu tempat kecemasan/gentar, takut dan tangis.
Akhfa adalah tempat syahwah jur'ah, syaja'ah, harus, yaitu tempat hawa nafsu, keberanian, ksatria dan kesungguhan. Diterangkan lebih lanjut bahwa maqam qalb itu merupakan Wilayah Nabi Adam alaihissalam, maqam ruh merupakan Wilayah Nabi Nuh Alaihissalam dan Nabi Ibrahim Alaihissalam. Sedangkan Maqam sir adalah Wilayah Nabi Musa Alaihissalam, maqam khafi adalah Wilayah Nabi Isa Alaihissalam dan maqam akhfa adalah Wilayah Nabi Muhammad SAW.
Prof. Abubakar Aceh mengungkapkan terdapat pula penafsiran yang lain yaitu bahwa alam qalb ialah alam malak dan syahadan. Alam ruh adalah alam malakut dan arwah. Alam sir adalah alam jabarut. Alam khafi adalah alam lahut dan alam akhfa adalah alam gaib huwiyah ilahiyah. Oleh karena itu, martabat hati itu dapat dimasukkan ke dalam martabat af'al, martabat ruh dimasukkan ke dalam martabat asma, martabat sir dimasukkan ke dalam martabat sifat subutiyah, martabat khafi dimasukkan ke dalam martabat sifat salabiyah dan martabat akhfa adalah martabat zat mutlaqah yang tertinggi.
Lathaif-lathaif amar tersebut sering dikatakan mempunyai nur atau cahaya spesifik yang membedakan antara satu dengan lainnya. Disebutkan bahwa cahaya hati itu berwarna kuning, cahaya ruh berwama merah, cahaya sir berwama putih, cahaya khafi berwama hitam, cahaya akhfa berwama hijau dan cahaya nafsun natiqah berwama ungu. Perbedaan terhadap semua cahaya tersebut diperoleh sebelum diri mengalami kefanaan. Sesangkan apabila diri berada dalam kefanaan, maka semuanya menjadi satu atau yang disebut launul aqiqi (ibarat wama batu permata). Kemudian pada puncaknya atau sesudah mengalami baqa hakiki dalam zat, maka semua cahaya itu tidak mempunyai warna lagi atau menyatu tanpa dapat direka-reka warna tersebut. Dan memang tidak dibolehkan mencari-cari perumpamaan atau kemiripan warna.
Uraian di atas merupakan bagian dari pokok-pokok ajaran yang diterapkan tarekat Naqsyabandiyah dengan segala cabang-cabangnya, khususnya yang bertalian dengan riadhah dan suluk diri dan jiwa manusia. Terutama terkait dengan ajaran-ajaran yang erat kaitannya dengan ajaran-ajaran amal dan zikirnya. Dalam pada itu, beberapa cabang Tarekat Naqsyabandiyah, diantaranya adalah tarekat Naqsyabandiyah Al Aliyah, yang juga di dasarkan atas amal perbuatan terdiri dan 11 ajaran. Kesebelas ajaran itu menggunakan istilah-istilah dalam Bahasa Persia. Delapan ajaran Syeikh Abdul Ghalib Al Khujdawani dan 3 ajaran berasal dari Syekh Bahauddin Naqsyabandi (pendiri tarekat Naqsyabandiyah). Adapun yang berasal dari perkataan Bahasa Persia adalah sebagai berikut:
1. Husydardam, artinya memelihara keluar masuknya nafas dari ke alpaan kepada Tuhan. Sehingga hati selalu hadir dan ingat kepadaNya. Dalam tarekat Naqsyabadi sering dikatakan bahwa nafas yang masuk (dihiru) itu mengandung sifat kehidupan ber-hubungan dengan Tuhan. Sedangkan nafas yang keluar (dihembuskan) menandakan putus hubungan dengan Tuhan.
2. Nazarbar qidam, artinya bahwa orang-orang salik Naqsyabandi setiap berjalan wajib melihat ke kakinya, pada waktu duduk melihat kepada kedua tangannya, tidak boleh melihat lukisan-lukisan, warna-warna yang indah dan pemandangan-pemandangan yang indah, yang dapat membimbangkan hati dari ingat kepada Tuhan.
3. Safardarwathan, artinya berpindah dari sifat manusia yang kotor kepada sifat malaikat yang suci. Karena itu diwajibkan kepada tiap orang salik dapat mengontrol hatinya, jangan ada perasaan cinta kepada makhluk. Dan jika rasa cinta kepada makhluk itu masih terdapat dalam hatinya, hendaklah bersungguh sungguh dihilangkan dan memusatkan kembali kepada Tuhan.
4. Khalawat dar ajuman, artinya khalawat dalam kenyataan, yaitu agar hati selalu hadir kepada Hak yang nyata dalam segala keadaan.
5. Yadkard, artinya kekal mengulang-ulang zikir. Baik zikir asma atau zat,baik zikir naif maupun zikir isbat.
6. Bazkasyat, artinya mengulang lagi zikir nafi dan isbat sesudah meresapi kalimat Ilahi antamaqsudi wa ridhoka matlubi. (Ya, Allah, Engkaulah tujuanku dan kerelaanMu lah tuntutanku).
7. Nakandasyt, artiriya bahwa murid-murid itu harus memelihara hatinya dari segala bisikan khawatir.
8. Yaddasyd , artinya tawajjuh yang istimewa dengan tidak disertai kata-kata kepada memantapkan nur zat andiyah dan hak, yang keadaan ini tidak bisa dicapai kecuali sesudah fana yang sempuma dan baqa yang lengkap.
Adapun 3 ajaran yang diletakkan oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi sendiri adalah
1. Wuquf Zamani, artinya tiap-tiap dua atau tiga jam, seorang salik memperhatikan kembali keadaan jiwanya. Jika dalam waktu itu dirinya teringat kepada Tuhan lalu bersyukur kepada Nya jika terlupa harus meminta ampun dan mengucapkan istighfar.
2. Wuquf Adadi, artinya memelihara bilangan ganjil ketika melakukan zikir nafi dan isbat. Misalnya disudahi pada bilangan yang 3, bilangan yang ke 5 sampai bilangan yang ke 21.
3. Wuquf Qalbi, artinya menghilangkan pikiran lebih dahulu dari segala perasaan. Kemudian dikumpulkan segala tenaga dan panca indera, untuk melakukan tawajjuh dengan segala mata hati yang hakiki guna menyelami marifat Tuhannya.