Jumat Legi, 11 Oktober 2024
Karena terlibat hutang ratusan juta dan diteror debt collector, maka aku terpaksa memelihara tuyul. Bagaimana cara aku mendapatkannya? gampang, tuyul ternyata bisa dijual belikan. Harganya waktu saya beli berkisar 10 juta rupiah dan bisa langsung dibawa pulang ke rumah untuk diberdayakan. Tuyul itu saya beli di sebuah daerah di kalimantan timur.
Kini aku kaya raya karena memelihara Tuyul. Makanannya gampang. Dia hanya menyusui istriku. Dia ambil sari patih darah dan istriku menjadi kurus. Tapi dengan uang banyak, aku rutin membelikan makan suplemen penambah darah untuk istriku. Tuyul ada dua macam. Ada tuyul bermata dua ada pula tuyul bermata satu. Aku membeli tuyul bermata satu, yang sangat lihai mencuri. Sasaran yang dicuri orang kaya, bukan orang miskin. Yang diambil bukan hanya uang, tapi juga emas, berlian, intan dan barang-barang berharga lain.
Adik dan kakakku semuanya kaya bahkan, salah seorang adikku sudah mejadi jutawan. Dia pemborong apartemen, mall dan rumah mewah real estate. Tapi dia sangat pelit kepadaku. Bila aku datang meminjam uang, dia tidak beri pinjaman ratusan juta, namun hanya diberinya sejuta atau dua juta saja. Maka itu, begitu aku punya Tuyul yang pertama kali dicuri adalah rumahnya. Emas dan berlian istrinya diambil oleh Tuyulku tanpa diketahui seorangpun. Emas dan intan itu aku jual dan aku bisa bayar hutangku.
Kini hutangku sudah lunas semua berkat Tuyulku yang aku beri nama Si Manis. Belakangan, Si Manis mencuri uang di Bank-Bank. Dia kubawa ke dalam Bank dan dia mencuri sebagian uang yang sudah dihitung rapi oleh pegawai Bank. Memang tidak semua, tetapi sebagian sudah cukup membuat aku mabuk uang.
Petualanganku membeli tuyul ternyata sangatlah berat. Lokasi hutan Kiambak, adanya di Long Kali, dekat pemukiman warga asli Kalimantan Timur, Suku Dayak Long Kali di Paser Penajam Dan Tanah Grogot. Penjual Tuyul yang aku beli adalah pemelihara Tuyul berjumlah rayusan. Nama Mamak Bingge, orang hutan yang tinggal di rumah kayu. Tuyulnya bisa dilihat, baik yang sudah jadi ataupun yang masih diajari mencuri.
Mamak Bingge orangnya aneh. Badannya bau seperti bau ikan. Amis dan kita harus menahan aroma bau tak sedap itu. Jika bereaksi sampai muntah, maka dia tidak mau melayani kita. Jangan harap Tuyuinya akan dijual. Dia marah dan kita bisa dibunuhnya. Mamak Bingge tinggal di kayu angsan umur 300 tahun yang sangat tua dan besar. Di atas pohon ada kayu-kayu yang jadi rumah Mamak Bingge. Dia tidak pernah menikah dan tidak punya anak. Bahkan saudaranya pun, tidak tahu di mana dan siapa. Mata Mamak Bingge terlihat tertutup dan buta. Tapi dia bisa melihat dan mampu berlari dengan kecepatan 100 kilometer perjam. Bahkan suatu waktu dia bisa terbang ke langit dan pergi ke Jawa dengan mengembangkan dua tanganya. Terbang seperti burung elang.
Begitu mendarat di bandara Sepinggan, aku naik taksi menuju Selat Balikpapan. Menyeberang dengan speedboat menuju Kabupaten Paser. Sesampainya di dermaga Benggala, sewa ojek motor berjalan 156 kilometer ke Long Kali, Paser Penajam. Dari Long Kali belok kanan sepanjang 34 kilometer masuk ke kawasan hutan Mendik Karya. Di sana kita tidak boleh bertanya kepada siapapun. Kita masuk hutan yang ada pohon angsana tua dan cium bau amis. Bila sudah tercium bau amis, maka Mamak sudah ada di situ.
Kita mengucapkan salam dengan bahasa khusus, Lemukkalai, lalu harus dijawab "ehem, batul kecil olennya". Kita disuruh manjat ke atas, masuk rumah pohonnya dengan menaiki tangga rotan hingga 15 meter ke atas. Sasampainya di rumah pohon Mamak Benggai, kita di suguhi minuman sejenis arak hitam. Kita minum dari batok kelapa dan nikmati sampai habis setengah batok. Setelah habis minum langsung dimantrai dengan mantra Mamak Benggai sendiri. Mulutnya komat kamit dan kepalanya menunduk tajam. Tidak berapa lama kita seperti masuk kealam lain, alam ratusan tuyul dan kita bisa melihat semua anak-anak telanjang. Tubuhnya semuanya pendek sekita 80 sentimeter dan perutnya buncit serta kepalanya botak.
"lni Tuyul yang sudah jadi, siap kerja, namanya Si Manis, harganya Rp 10 juta. Bayar cash dan Si Manis langsung boleh dibawa pulang," kata Mamak Benggai, kepadaku. Malam itu aku memilih Si Manis. Si Manis langsung ke gendonganku dan kupeluk erat hingga pagi harinya. Pagi nari aku keluar hutan Mendik Karya danan naik angkutan umum ke dermaga, lalu menyeberang ke Balikpapan. Si Manis yang aku gendong, tidak terlihat oleh siapapun. Dia ada tapi tidak nampak. Pada saat aku butuh makan di restoran seafood, Jalan Sudanirman, Balikpapan, Si Manis langsung kusuruh masuk rumah mewah dan berhasil mengambil uang Rp 20 juta. Uang itu buat makan dan lebihnya buat beli tiket online pesawat Sepinggan-Soekarno-Hatta Kota Tangerang.
Suatu hari dibulan Januari pukul 24.00 tengah malam, Si Manis menghilang. Kucari ke mana-mana tidak aku temukan. Jangankan disuruh kerja untuk mencuri, kelihatan kupingnya pun, tidak dapat kulakukan lagi hingga kini. Maka itu, aku kembali ke Kalimantan Timur. Masuk hutan mendanik Karya menemui Mamak Benggai. Arkian, kagetlah aku, Mamak Benggai ternyata sudah meninggal dan semua Tuyulnya kabur ke Kalimantan Utara. Tuyul-tuyul itu dibawa lari oleh musuh Mamak Mendik, yang bermukim di Nunukan, Kalimantan Utara.
Kini aku tidak mendapatkan Tuyul penganti. Si Manis pergi ternyata bersamaan dengan hari kematian Mamak Benggai. Malam Jumat Kliwon, pukul 24.00, saat Tuyulku, Si Manis menghilang. Si manis ternyata pulang ke hutan Mendik Karya, lalu dibawa penjahat ke Nunukan, Kalimantan Utara. Aku berusaha menyewa taksi ke Nunukan. Dari Bukit Soenarto ke Samarinda, Bontang, Sangata lalu lanjut ke Nunukan, Kalimantan Utama. Sesampainya di Nunukan, aku tidak mendapat jejak, kemana musuh Mamak Benggai itu berada dan di mana tuyul-tuyul ratusan itu disembunyikan. Akhirnya aku pulang dengan tangan hampa. Aku terbang dari Nunukan langsung Jakarta dan gigit jari di bandara Soekarno-Hatta, sedih sekali kehilangan jagoanku, Si Manis yang telah mengumpulkan banyak uang. Kini uang itu sudah habis kami belanjakan. Kami beli rumah, tanah, mobil dan sepuluh angkot jurusan Cileduk-Cikokol di Kota Tangerang, Banten.