Kamis Legi, 31 Oktober 2024
Tauhid tidak sebatas nash-nash atau teks yang ada di dalam Al-Qur'an dan Hadits. Filsafat tentang ketuhanan dan penciptaan merupakan bagian ilmu dari agama Islam. Misalnya sifat "dua puluh" dari Allah SWT sebagai sifat Tuhan semesta pemilik jagad raya beserta isinya, tapi juga sifat yang disandang oleh hamba-Nya yang mukmin, seperti: wujud, qidam, baqa, mukhalafah li al-hawadits, iradat, ilmu, hayat, sama, basher, kalam, qadiran, muridan, aliman, hayyan, sami'an, bashiran, dan mutakalliman.
Sifat "dua puluh" yang menjadi sifat Allah SWT tersebut di atas itu dileburkan menjadi satu. Kalau diumpamakan segelas minuman kopi, bukan sifat kopi, sifat gula, sifat air secara sendiri-sendiri yang ada. Ketiga sifat itu menjadi satu sebagai kenyataan baru disebut "air kopi". Tentang sifat "dua puluh" yang menjadi sifat Allah SWT kita mengetahui bahwa dalam diri manusia ada tiupan Ruh Allah SWT. Kedua puluh sifat itu ada bersama-sama dengan Ruh Allah SWT. Ketika semuanya sudah bercampur baur menjadi satu, kita tidak lagi bisa mengurai sifat itu satu persatu. Semuanya menjadi satu, yaitu yang nyata. Semua sifat bercampur dalam budi pekerti sehingga budi pekerti dapat lestari dan abadi.
Budi pekerti yang abadi merupakan budi pekerti yang senantiasa di bawah lindungan Allah SWT. Jika sudah demikian seseorang tidak akan bisa mencla-mencle. Artinya, dalam menegakkan kebenaran itu tidak bisa ditukar dengan harta maupun jabatan. Dalam menegakkan kebenaran, dia tidak akan bisa diganti dengan iming-iming berbagai nikmat apa pun, dan tidak akan bisa dihentikan meski nyawa sebagai taruhannya. Bila sifat "dua puluh" dari sifat Allah SWT bercampur dalam budi pekerti, maka niat yang tumbuh dari rasa keakuan pun telah sirna.
Penglihatan, pendengaran, pengucapan dan cara bertindak dalam hidup ini merupakan perwujudan keberadaan ilahi. Seseorang yang merasa diliputi oleh keberadaan llahi tidak akan bisa berdusta. Karena keberadaan llahi adalah kebenaran. Ia dalam keniscayaan kebenaran, maka ia tidak akan dapat berbuat sebaliknya. Tauhid merupakan landasan keimanan dalam agama. Ritual keagamaan dan budi pekerti juga berlandaskan pada tauhid. Tarekat dan makrifat pun berlandaskan pada tauhid agar tidak tersesat.
Pelaku ritual keagamaan menjalankan rukun Islam yang lima perkara. Dengan memahami tauhid maka kita akan terbebas dari perbuatan syirik, yaitu perbuatan menduakan atau menyekutukan Allah SWT. Kita faham apa yang disebut Allah SWT dan yang bukan Allah SWT, oleh karena itu kita tidak akan menyamakan Al-Qur'an dengan Allah SWT sebagai Tuhan kita. Yang lahir dan yang batin hakikatnya satu. Kalau disebutkan adanya lahir dan batin, maka hal ini jangan disamakan dengan satunya materi dan immateri. Sebab, materi dibangun dari sub-sub partikel yang disebut nonmateri, sedangkan yang immmateri masih berupa cahaya yang disebut nur. Alam nur ini tidak dapat dilihat dengan mikroskop, tidak berkaitan dengan materi dan immateri, tapi berkaitan dengan hakikat yang tampak dengan yang tidak tampak.
Berhubungan dengan dunia fisik dan nonfisik, yang kelihatan nyata dan yang rahasia, Outward and inward. Bagian luar yang tampak dan bagian yang ada di dalam. Umumnya kita ini melihat sesuatu yang tampak luar dan berada di dalam itu sebagai dua hal yang terpisah. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri-sendiri. Sebenamya tidak ada sesuatu yang lahir bila tidak ada yang batin. Yang batin juga tidak pemah dapat disebut bila tidak pemah menzahirkan diri. Yang batin itu tidak ada, bila tidak pemah menyatukan dirinya. Itulah sebabnya Allah SWT disebut sebagai Yang Maha Lahir dan sekaligus Yang Maha Batin. Artinya semua yang ada ini merupakan wujud bagi wajah Allah SWT Tuhan alam jagad raya ini beserta isinya. Oleh karena itu, kemana pun kita hadapkan diri kita, pasti menghadap Allah SWT.
Segala sesuatu bukanlah Allah SWT, tapi wajah Allah SWT. Sesuatu sendiri bersifat fana, artinya tidak kekal, lenyap, musnah, atau mengalami kerusakan. Dengan kata lain, sesuatu tidak mempunyai eksistensi diri. Kehadiran sesuatu bergantung pada kekuatan di balik sesuatu itu. Dengan demikian, tiap-tiap sesuatu pasti fana, tapi yang zahir atau yang lahir pasti ada. Semua yang lahir adalah wajah Allah SWT. Segala sesuatu sebagai individu bersifat fana. Kalau kita sebut individu A, B, C atau yang lainnya, itu masing-masing tidak abadi. Kalau yang kita saksikan itu sesuatu sebagai yang ada, sebagai apa yang tampak ada atau hadir, maka kehadiran sesuatu itu kekal. Dikarenakan kehadiran sesuatu merupakan bukti kehadiran Allah SWT. Kehadiran Allah SWT itu bersifat kekal. Kehadiran Allah SWT ditunjukkan melalui adanya segala sesuatu.
Segala wujud sesuatu itu merupakan perwujudan wajah Allah SWT. Maka, ke mana saja kita palingkan diri kita, pasti kita menghadap pada wajah Allah SWT. Dengan memahami hal tersebut di atas, maka kita bisa memahami bahwa hamba dan Allah SWT tiada terpisah. Tidak ada jarak antara keberadaan hamba dan Allah SWT. Bila masih ada jarak, maka Allah SWT bukanlah Thhan Yang Sejati. Mengapa? Karena, Ia masih membutuhkan tempat tinggal. Dan, jika Allah SWT terpisah dengan ciptaan-Nya, maka kita tidak dapat menghadap ke wajah-Nya. Segala sesuatu yang kita lihat, akhirnya merupakan benda-benda belaka.
Sebenarnya orang bertauhid tidak mungkin menduakan Tuhan kepada selain Allah SWT. Sebab, hakikat yang ada hanyalah Allah SWT semata. Tetapi, secara tidak sadar tauhid kita gugur, karena kita tidak mengakui ada dua keberadaan sejati, yaitu Tuhan dan selain-Nya. Kita tempatkan Tuhan pada satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain kita tempatkan alam semesta. Hal semacam ini telah disangkal oleh kedua ayat dalam Al-Qur'an (surah 2, ayat 115) dan (surah 28, 88). Semua yang tampak ini hanya wajah Allah SWT. Itulah sebabnya pada Al-Qur'an (surah 57, ayat 4) dinyatakan bahwa Allah SWT senantiasa beserta kita, dan Dia senantiasa melihat apa yang kita lakukan.
Namun hal ini juga tidak sama dengan panteisme atau pandangan yang menyatakan bahwa Allah SWT adalah keseluruhan. Dalam panteisme, keseluruhan merupakan himpunan dari segala sesuatu. Jika Allah SWT bersifat panteisme, Tuhan terdiri dari kumpulan materi. Ini lain sama sekali dengan yang dibahas oleh penulis. Semua yang tampak di alam semesta ini bukan Allah SWT. Semuanya hanya menunjukan kehadiran Allah SWT. Karena itu, secara keseluruhan disebut wajah Allah SWT atau wajah Thhan. Tiap-tiap sesuatu fana atau tiada kekal. Kumpulan dari yang tidak kekal, pasti tidak kekal.
Hanya ada satu kebenaran. Hanya ada satu kenyataan. Hanya ada satu realitas absolut. Satu keberadaan. Apa pun yang mengada atau menjadi ada, karena kudrat dan iradat Allah SWT. Segala sesuatu hanya menunjukkan wajah Allah SWT. Kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang sempurna diwajibkan melakukan riyadhah, pelatihan, agar terbentuk kepribadian budi pekerti yang mulia. Secara bertahap Rasulullah SAW menerapkan alat atau jalan agar kita bisa sampai pada kehidupan yang berbudi pekerti mulia sebagaimana yang dicanangkan oleh Rasulullah SAW.
Shalat yang semula dilakukan dalam bentuk tarekat dan hakikat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Gua Hira, diejawantahkan dalam bentuk gerakan fisik seperti yang sekarang kita kenal. Kita sebagai manusia sebenamya dianugerahkan sifat "qiyamun bi nafsihi", namun hanya mereka yang sudah menjadi insan kamil, manusia sempuma atau manusia hakiki yang mampu hidup dengan kehendaknya sendiri. Manusia sempurna juga harus dapat hidup mandiri. Orang yang hidupnya mandiri tidak tergantung pada orang lain, baik tergantung pada individu lain maupun instansi ataupun lembaga. Ia benar-benar mandiri.
Dalam masyarakat yang mandiri, bukanlah seseorang tergantung pada orang lain atau lembaga, melainkan yang tercipta dalam hidup ini adalah mekanisme atau interaksi bagin-bagian dengan bagian-bagian lainnya dalam suatu keseluruhan sehingga semuanya bergerak ke suatu tujuan. Bila hak dan kemandirian sudah dipenuhi, maka setiap orang akan memauwudkan kebutuhan berdasarkan kodratnya. Tentu saja, yang terkandung di dalam kodrat itu mencakup potensi pasif dan aktif. Potensi pasif merupakan kemampuan untuk menerima sebuah aksi. Juga tergolong dalam potensi pasif adalah kemampuan ciptaan untuk dipengaruhi oleh kegiatan Allah SWT sehingga ia bisa berbuat yang seolah-olah melampaui batas-batas kodratnya.
Potensi aktif merupakan kecenderungan bawaan untuk menjadi atau untuk menjalankan sesuatu yang spesifik menurut hakikatnya. Jadi, potensi ini merupakan kemampuan atau daya untuk menghasilkan aksi. Sering kali aksi ini merupakan suatu produk, seperti anak atau rumah. Potensi aktif telah memuat di dalam dirinya suatu aksi tertentu. Seseorang yang tidak bisa mewujudkan potensi yang dia miliki mungkin karena ada hambatan dan halangan pihak lain. Berarti orang tersebut belum bisa dikategorikan sebagai manusia sempuma.
Kepandaian berbicara dan berpikir otak manusia memang banyak kita saksikan hasilnya. Kelebihan-kelebihan itu sebenarnya justru menjadikan manusia lebih dekat lagi mengakui kebesaran Allah SWT, mengagungkan-Nya, sujud dan memuji-Nya. Namun sayang banyak manusia-manusia yang lupa dengan kelebihan yang ada pada dirinya hingga membuat lupa diri. Mungkinkah kesombongan yang timbul itu karena orang sekarang ini terlalu sibuk dan capek sehingga tidak lagi dapat bangun di tengah malam untuk berdialog kepada Allah SWT dengan mengakui, "Bagimu pujian, Engkaulah yang benar (hak), janji Mu itu benar, berjumpa kepada Mu benar, Firman mu benar, surga Mu benar, neraka Mu benar dan Nabi Mu Muhammad itu benar serta kiamat itu juga benar.
Terkadang kita berlagak seperti Tuhan, sombong dan angkuh. Mengakui yang terbaik, lebih bisa, maka pada saat itu sebenamya kita kerdil dengan kebesaran milik-Nya, sombong dengan kemampuan-Nya. Sering lupa kiranya kita membaca serta memahami : "La haula wala quwwata ilia billah." Banyak dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat, tetapi sedikit sekali doa dan permintaan ampun yang kita lakukan. Untuk itu Allah SWT mengajarkan kita untuk selalu berdoa kepad-Nya, "Wahai Tuhan kami ! Janganlah Engkau sesatkan hati kami, sesudah Engkau tunjuki kami (jalan yang benar). Dan berilah kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau amat suka memberi." (QS : Ali Imran (3) : 8 ) Tentu beruntunglah orang yang membersihkan dirinya.
Hal ini jelaslah bukan kehendak Allah SWT, tapi kehendak manusianya sendiri. Allah WT berfirman, "Lalu Tuhan memperkenalkan kepada setiap jiwa, keburukan dan kebaikannya, sesungguhnya beruntunglah rang yang dapat mensucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorkannya." (QS : Asy Syams (91) ayat 8 — 10 ). Ayat tersebut menyatakan bahwa orang yang membersihkan dirinya itu beruntung, jelas menunjukan dari kehendak pribadi. Apapun merupakan roh bagi kehidupan beragama. Oleh karena itu dalam sebuah Hadits qudsi disebutkan bahwa, "agama itu hanya bagi orang yang berakal dan tiada agama bagi orang yang tidak menggunakan akalnya."
Sejatinya tampilan luar suatu agama tidak boleh mengungkung rohnya. kalau roh kehidupannya terbelenggu, ia akan bergerak sebagai zombie, mayat hidup. Bilamana orang beragama sudah seperti zombie, pasti mereka menakutkan. karena itu, jangan heran bila agama di zaman sekarang ini tampak menakutkan dan tidak menenangkan. Manakala substansi agama dihilangkan maka yang ada bukanlah rahmat tapi malah bencana. Islam datang untuk membebaskan dari belenggu kebodohan. Islam datang untuk membangkitkan kesadaran manusia akan ilusi dunia yang menyelimuti dirinya.
Ternyata dunia itu adalah kesenangan yang menipu, hanyalah harta benda yang bersifat maya. Dunia ini tampak nyata hanya karena pikiran kita. mata kita melihat satu fase dari gerak dunia, lalu pikiran kita memberi makna. Sehingga, indah dan tidaknya tergantung pada pikiran kita. Tetapi bila keindahan itu hanya di seputar pikiran, maka tentu akan kecewa. Semakin tinggi tingkat kerohanian seseorang, semakin rendah emosinya hingga titik nol, serta semakin arif pandangannya.