Sabtu Pahing, 21 Desember 2024
Berat, sungguh pengalaman ini sangat berat aku alami selama aku hidup. Peristiwa ini menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah kehidupanku, sejak dari aku masih kanak-kanak hingga aku sudah berumur menjelang setengah abad sekarang ini. Mas Yudi, suami dan ayah empat anakku, suatu malam, mengakui dengan jujur bahwa dia sudah menikah lagi. Pernikahan itu dilakukannya bukan karena terpaksa, tapi karena suatu rencana matang karena dia sangat mencintai istri barunya, Hernita yang masih belia. Hernita adalah anak buah kantornya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan. Jantungku berdebar hebat dan airmataku tumpah membasahi guling yang aku peluk. Banjir airmata, hal itulah yang terjadi malam itu, tengah malam buta pukul 24.00 saat semua anakku telah terlelap di pembaringan masing-masing. Bayanganku jauh kepada Hernita, gadis belia yang cantik jelita itu.
Pada mulanya, Hernita sangat menghormatiku, sangat santun kepadaku. Hal ini, mungkin karena, sejelek-jeleknya aku, aku ini adalah istri pimpinannya. Pada saat anak tertuaku Farida, pesta ulang tahun, Hernita datang dengan membawakan boneka berbie besar sebagai hadiah ulang tahun. Hernita tahu betul bahwa anakku itu menyenangi boneka berbie. Ada saat hadir di rumah, Hernita bukan saja menghormatiku dengan mencium tanganku, tapi juga memijit kakiku yang saat itu sedang keram. Aku menolak upaya Hernita itu, tapi Hernita sangat memperhatikan aku dan memaksa untuk mengurutku. Sentuhan tangannya ternyata memang luar biasa. Enak dan tepat, sehingga penyakit keram ku pun langsung sembuh. Saat aku tanya dari mana ilmu memijitnya itu didapatkan, Hernita mengaku jujur bahwa ayahnya, Mang Ujang, 54 tahun, adalah seorang paranormal, ahli pengobatan herbal dan pakar pijat penyembuhan penyakit. Aku tertarik mendengar kisah ini dan kami pun menjadi sangatlah akrab.
Pikirku, Hernita adalah karyawati yang manis, sopan dan sangat familiar hingga pada suatu hari, kurang lebih tiga bulan setelah pesta ulang tahun Farida itu, aku mendapatkan kabar tidak enak dari seorang staf. Seorang laki-laki muda bernama Alex Nurdin. Alex Nurdin bekerja di bagian lapangan. Pria lajang bergelar insiyur ini menjadi arsitektur pada PT Azka Property Company, perusahaan yang dimiliki Mas Yudi. Dengan bersemangat, Alex Nurdin menggambarkan bahwa suamiku diam-diam berselingkuh dengan Hernita. Alex bersumpah kepadaku, bahwa perselingkuhan itu benar-benar ada dan dapat dibuktikan dengan mata kepala sendiri.
"Setiap hari jumat petang, mereka ke Puncak Pass dan masuk ke villa Meridian Hill di Cisarua, tidak jauh dari Taman Safari," desis Alex Nurdin, berapi-api.
Alex Nurdin mengakui bahwa dia sangat mencintai Hernita. Hernita pun, kata Alex, sangat mencintainya. Tapi, karena Hernita itu hidupnya sangat materialis dan membutuhkan kemewahan, maka Hernita terpaksa berkhianat kepada Alex, yaitu memacari big boss untuk mendapatkan kemewahan itu.
"Sejak pacaran dengan Pak Yudi, Hernita sudah membangun rumah mewah di Palasari dan membeli mobil Honda CRV keluaran terbaru. Pak Yudi sangat memanjakan Hernita Bu, bahkan gajinya dinaikkan 100 kali lipat sekarang ini," terang Alex Nurdin, kepadaku.
Saat mengakhiri keterangannya, Alex Nurdin meminta dengan sangat agar aku merahasiakan pembocoran info ini. Sebab katanya, bila Mas Yudi tahu bahwa Alex yang membongkar kasus ini, maka resiko pemecatan akan dihadapi oleh Alex Nurdin.
"Bila Bapak tahu Bu, saya pasti akan dipecat. Tolong Bu, tolong hal ini jangan sampai Bapak tahu," pinta Alex.
Entah mengapa, aku langsung percaya kepada Alex Nurdin ini. Padahal, selama ini, aku tidak pernah menaruh curiga, bahkan tidak mencurigai sedikitpun sosok Mas Yudi terkait perselingkuhan. Aku sangat percaya kepada suamiku. Aku selalu mendukung setiap usahanya dengan dorongan moral, dengan dorongan doa bahkan aku selalu mendoakan kesusksesannya di dalam setiap melangkah. Karena aku percaya saja kepada suami, maka tidak pernah mengurusi pekerjaannya, tidak mengurusi waktu-waktu yang digunakannya. Maklumlah, sebagai kontraktor kelas atas, Mas Yudi banyak lobby-lobby, banyak membuang waktunya buat pekerjaannya. Pergi pagi pulang tengah malam, adalah hal yang biasa selama berpuluh tahun aku hadapi. Aku percaya saja kepada Mas Yudi, ke mana dia pergi dan dengan siapa dia pergi. Walau aku mempercayai informasi Alex Nurdin, tapi aku tidak serta merta naik darah. Sikap hidupku yang biasa sabar, tawakkal kepada Allah, banyak menyerahkan hal ini sepenuhnya kepada Tuhan. Untuk itulah, aku menjalani hari-hari kehidupan kami dengan tenang, biasa saja dan mengalir seperti air.
Namun, suatu malam, usai sholat sunnah, aku mengajak Mas Yudi bicara serius. Waktu itu Mas Yudi baru saja mandi air hangat dan pijat ceragem di kamar sport. Aku memulai kata-kataku dengan tersenyum dan meminta maaf. Aku harap Mas Yudi dengan tenang, teduh dan jauh dari emosi dalam menjawab pertanyaanku malam itu.
"Maaf, Mas Yud, apakah betul Mas Yudi punya hubungan khusus dengan Hernita, karyawati Mas Yudi yang cantik itu?" tanyaku, lembut.
"Maksudmu dengan menyebut hubungan khusus itu, apa?" jawab Mas Yudi, agak keras.
Tetap dengan hati dan otak yang tenang, aku meneruskan istilah hubungan khusus itu kepada Mas Yudi.
"Maksud hubungan khusus itu, ya, istilah orang sekarang, pacaran, selingkuhan. Benarkah itu Mas?" sorongku.
Sungguh di luar dugaanku, Mas Yudi naik pitam dan membanting handphone yang ada di tangannya. Sebuah blackberry XL40 berharga 40 juta berkipet berlian.
"Mau apa kamu ha? Aku memang pacaran sama Hernita itu, bahkan sudah menikah siri. Minggu depan kami akan menikah resmi dan bikin pesta besar-besaran di Balai Kartini. Kenapa, kamu marah, tidak mau terima? Bila kamu tidak mau menerima, mari kita becerai saja, karena tidak ada seorang pun, termasuk kamu yang bisa menghalangi rencana pernikahan ini. Aku sangat mencintai dia dan dia sudah hamil empat bulan!" bentak Mas Yudi.
Kali ini, jantungku berdebar hebat. Hatiku terbakar dan otakku pusing tujuh keliling. Tapi untunglah, aku segera ingat Allah Azza Wajalla dan aku sadar bahwa iblis sedang menguasai hati suamiku. Batinku, aku harus menahan hawa nafsu amarah ini dan aku akan menyerahkan peristiwa besar ini kepada Allah yang Maha Agung.
"Maafkan aku Mas! Malam ini aku telah membuat Mas Yudi marah dan membuat Mas Yudi mengakui kenyataan pahit ini apa adanya. Sekarang, aku sudah punya sikap dan keputusan. Tapi mohon hal ini secara baik-baik dan tanpa ada emosi. Dengan kepala dingin dan dengan bahasa berserah kepada Illahi Robbi, aku memutuskan bercerai dengan Mas Yudi dan marilah kita selesaikan secara kekeluargaan dan baik-baik. Saya akan urus anak-anak kita dan saya akan menempati rumah kecil warisan Bapak di Desa Tanggulrejo," kataku.
Seperti alur cerita sinetron berdurasi pendek, kami pun bercerai dan dua anak tinggal dengan aku. Dengan tanpa meminta dan mengemis harta Mas Yudi, aku dan dua anakku, Farida dan Inayah, pindah ke Lampung Utara, Desa Tanggulrejo, tempat tanah kelahiranku. Sekolahan Farida dan Inayah aku pindahkan di kampung. Kami berjualan gado-gado, pecel dan gorengan setiap pagi. Alhamdulillah usaha ini lancar dan mampu untuk membiayai hidup tanpa bertergantungan kepada Mas Yudi sedikitpun. Dari jauh aku mendengar Mas Yudi membuat pesta pernikahan meriah di Jakarta dan aku bersama dua anakku mendoakan Mas Yudi berbahagia. Kami mengirim doa secara rutin untuk kesuksesan dan kebahagiaan Mas Yudi, mantan suamiku dan ayah kandung dari dua anakku.
Beberapa minggu setelah pesta, di luar perkiraan kami, Mas Yudi datang membawa mobil dari Jakarta sendirian. Dia kaget melihat pagi-pagi, aku dan anakku berjualan gorengan dan gado-gado di depan rumah. Kami menyambut Mas Yudi dengan baik dan kedua anakku mencium tangan serta memeluknya dengan erat. Mas Yudi menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu mau membawa dua anakku ke Jakarta dan tinggal dengan dia di rumah kami yang dulu, Pondok Lestari, Jakarta Selatan. Aku tidak menolak hal itu, tapi aku minta Mas Yudi berbicara langsung kepada Farida dan Inayah. Bila anak-anak mau ikut pindah, silakan, biarkan saya sendiri di Lampung. Tapi bila anak-anak tidak mau, saya mohon Mas Yudi jangan memaksa. Dengan berkeras tapi sopan, dua anakku menolak ikut Mas Yudi kembali ke Jakarta. Anak-anak menyatakan sikap, bahwa akan ikut aku walau keadaan separah apapun. Mas Yudi dipersilakan pulang ke Jakarta dan mereka berjanji akan menengok papa mereka bila diperlukan. Untuk tinggal dengan papa mereka, bahkan meninggalkan aku sendiri di Desa Tanggulrejo, disogok apapun, mereka tidak mau. Mas Yudi menjanjikan mobil satu persatu untuk anakku, menjanjikan deposito milyaran dan kemewahan untuk anakku. Sayang, mereka sudah terpola seperti pemikiranku, bahwa harta hanyalah hiasan semu dan paling penting dalam kehidupan ini adalah dekat dengan Allah Azza Wajalla, terus mencintai-Nya dan mengharap ridho dan cinta-Nya kepada kami.
Mas Yudi termenung dan Nampak tersentak dengan sikap dua anakku. Anakku memilih jadi anak tukang jual gorengan tapi dekat dengan Tuhan daripada hidup mewah tapi jauh dari agama. Hari itu, Mas Yudi meninggalkan mobil mewah yang dibawanya secara paksa. Kami menolak tapi dia memaksa mobil itu untuk anak-anaknya. "Bila kalian butuh uang, boleh kalian jual mobil ini. Ini STNK dan ini BPKB nya.
"Papa, bolehkah kami menjual mobil ini dan uangnya kami sumbangkan ke Panti Yatim Piatu kampung sebelah yang membutuhkan banyak dana?" tanya Farida.
Mas Yudi memperbolehkan bahkan hal itu bahkan dia berjanji akan mentransfer rutin uang untuk membantu Panti Yatim Piatu itu. Setelah meninggalkan mobilnya, Mas Yudi langsung ke bandara dan terbang ke Jakarta dengan pesawat. Kami pun lalu mengiklankan mobil peninggalan itu dan Alhamdulilah langsung laku di Bandar Lampung. Uang dari penjualan mobil itu kami langsung sumbangkan ke Yatim Piatu, Rumah Jompo dan mesjid-mesjid yang terlantar kekurangan uang. Tiga minggu setelah itu, Mas Yudi datang lagi dengan pesawat terbang. Kali ini dia membawa banyak uang untuk membangun usaha kami di Tanggulrejo.
Mas Yudi membeli tanah dan membangun rumah makan untuk kami di Lintas Timur. Dia pun, langsung meminta rujuk dan bersujud minta kembali bersama kami. Mas Yudi menceritakan bahwa Hernita telah bercerai dengannya. Istrinya yang sedang hamil itu, ternyata kepergok berselingkuh dengan Alex Nurdin. Keduanya sudah dipecat dari perusahaan dan mereka pun menikah siri. Seorang kyai dan penasehat spiritual Mas Yudi berhasil mengangkat guna-guna Asmaragama dari dalam jantung Mas Yudi dan Mas Yudi pun baru sadar bahwa dia telah dikerjai dukun. Yang membuat dia kaget, dukun yang mengerjainya adalah Mang Ujang, mertuanya sendiri, ayah kandung Hernita yang serakah. Di luar dugaan kami berdua, Hernita yang kalem, lembut dan santun, ternyata akrab dengan guna-guna dan doyan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Walau pun hal itu harus dijalani dengan cara mistik negatif. Termasuk, menguna-gunai suamiku dengan pelet atau guna-guna Asmaragama yang jahat, ditujukan kepada suamiku, Mas Yudi yang mulanya alim, lalu menjadi liar. Membabi buta mengorbankan keluarga, untuk berselingkuh dengannya. Duh Gusti!