Sabtu Kliwon, 14 Desember 2024
Asap-tebal mengepul kehitaman, bau kemenyan menyengat tajam. Bunga 7 rupa memenuhi tempayan, 90 butir telur ayam kampung mengelilingi tempayan yang berisi kelapa hijau. Ku pandang semua itu, aneh rasanya, untuk apa ini semua? Kata-kata itu berkecamuk dalam pikiranku. Kupandang suasana menyeramkan di sekitar kamar itu. Padahal ini dulu kamarku. Tapi mengapa setelah kakakku pindah kamar lain, kok jadi berubah semuanya? Padahal aku baru 2 bulan pindah kamar lain. Tapi secepat ini suasananya jadi berubah.
Belum terjawab rasa anehku, aku dikejutkan oleh suara langkah mengarah ke kamar ini. Aku harus cepat bersembunyi, siapa yang datang aku harus tahu. Sraaak.... Sraaak.... Sraakkk," langkahnya begitu kaku. Aku cepat-cepat menyelinap ke balik pintu. Memang sedari tadi pintu tidak ditutup. Mungkin pemiliknya lupa. Seorang wanita setengah baya, berbaju hitam dengan kerudung hitam, datang membawa sebuah pecut berwama perak. Keningku berkerut, jantungku berdebar kencang, keringat dingin membasahi tubuhku. Tapi aku tetap bertahan dan menyaksikan apa yang berlangsung. Suasana rumah memang sepi, papa pergi tugas ke luar kota, di rumah ini hanya ada bik Dinah, mama tiriku dan aku. Tapi ini siapa, bik Dinah kah? Atau mama tiriku? Berjuta tanya ada dalam pikiranku.
Papa memang lama menduda, setelah papa mendapat seseorang yang pas untuk mendampinginya, papa menikahi Ratih yang umurya lebih muda dari papa. Delapan tahun mama meninggal, selama itu aku hidup dengan papa, mungkin papa merasa bosan dan papa memintaku untuk menerima Ratih. Aku ijinkan papa walau hatiku agak kurang suka dengan Ratih. Angin bertiup kencang menyibak tirai-tirai ruang kamar. Aku tetap menyaksikan fenomena itu.
"Ketoplak.... Ketoplak," seperti suara sepatu kuda. Memang betul dugaanku, seekor kuda hitam meringkik mengeluarkan suara dan memperlihatkan gigi-giginya yang tajam seperti menyapa.
"Ki... aku persembahkan ini semua", ucap wanita itu.
Sebentar saja kuda hitam tadi berubah menjadi seseorang yang berperawakan tinggi besar. Aku mencoba untuk menguasai diriku, wanita itu membuka satu persatu kain yang dipakainya. Tapi suasana remang-remang jadi aku tidak nampak jelas wajahnya. Eh..... wanita itu, satu helai benang pun tak melekat di tubuhnya. Dan aku tak kuasa melihat pemandangan itu. Ku tutup wajahku dengan kedua tanganku.
Ya Tuhan mereka berdua melakukan hubungan suami istri. Terdengar suara mereka seperti suara ringkikan-ringkikan kuda. Tak lama kemudian laki-laki itu merubah wujudnya lagi menjadi kuda dan pergi bersama asap hitam yang mengiringinya. Wanita itu dalam keadaan tanpa busana memakan seluruh sesajian di depannya.Tak berapa lama kemudian dia pergi meninggalkan ruangan kamar. Setelah aman, aku keluai dari persembunyianku dan pergi masuk ke kamarku. Aku tak bisa melupakan fenomena itu. Semalaman aku berpikir, sampai pagi aku tak tidur.
Pagi itu, aku mendengar mama memanggil bik Dinah. Nampaknya mama menyuruh bik Dinah mengantarkan makanan ke kamarku. Mama memang sangat pengertian padaku dan kelihatannya sangat sayang padaku. Tapi aku merahasiakan apa yang kulihat, tadi malam. Aku curiga sama bik Dinah, sebab selama ini dia sangat tertutup dan pendiam. Dia tak banyak bicara dan wajahnya sangat kaku. Dia seperti menyimpan rahasia yang sangat rapat di dalam kalbunya.
Kucoba meraih sebuah bungkusan hitam peninggalan mama yang selama ini tak pernah aku usik. Dengan rasa penasaran aku mencoba membukanya. Papa tidak pemah tahu kalau mama pernah memberi benda ini. Sebelum mama pergi meninggalkan kami dan atas pesan mama memang papa tak boleh tahu. Kata mama ini untuk bekalku nanti setelah dewasa. Tapi aku tak sabar lagi, mudah-mudahan ada jawaban dari semua ini.
'Asri.... Asri..."
"Ya mama."
Baru saja aku akan membuka bungkusan itu, mama sudah memanggilku. Ah sudahlah aku simpan lagi.
"Ya ada apa mama?" Tanyaku kembali.
"Lihat nih, mama punya kejutan," kata mama tak lama setelah aku sampai.
"Waw baju yang cantik," aku terkejut dan senang.
"Iya ini untukmu," kata mama sambil tersenyum.
"Iya mam...?" Aku setengah tak percaya.
"Makasili mama. Huhuy aku punya baju baru" aku kegirangan mendapatkan baju itu dan lupa dengan bungkusan hitam itu.
Tapi di sampingku, bik Dinah mencuri pandang ke arah kami. Dia sangat ketus. Wajahnya memancarkan dendam dan amarah.
"Kenapa bik?" tanyaku.
Bibik hanya menggelengkan kepala dan pergi meninggalkan kami bedua. Mama nampak santai saja, tak perduli. Aku semakin penasaran dengan bik Dinah. Malam ini aku berencana mencari tahu apa yang dilakukan bik Dinah setiap malamnya. Aku ayunkan kaki menuruni tangga ruang atas. Secara tak sengaja aku melihat kamar yang penuh misteri itu sudah tersusun rapi. Tak ada bekas-bekas hawa mistik di dalamnya.
Aku terus melangkah, menuju samping rumah. Ini tepat pukul 12 malam. Aku naik ke atas pagar sampai dekat kamar bik Dinah. Aku intai lewat celah-celah pentilasi kamar bibik. Kulihat pemandangan Islami yang sangat indah. Bik Dinah tengah berdzikir, memainkan tasbihnya dan melafazkan kalimah Allah berulang-ulang. Aku tersenyum sambil menuruni pagar. Aku coba pergi meninggalkan suasana itu dan menuju kamar mama. Kucoba mengintainya, seperti apa yang kulakukan pada bik Dinah.
Mama berbaring, tenang tidak ada yang mencurigakan. Aku menuruni pagar pelan-pelan sambil berpikir, siapa yang kulihat malam tadi? Memang dengan usiaku yang masih muda ini, belum pantas memandang sesuatu yang gaib dan mistik, Tapi aku dihadapkan pada kenyataan yang serba aneh dan ini harus kujalani.
"Asri?" Mama memanggilku sesaat aku keluar dari mobil yang dikendarainya.
"Iya mam."
"Di sekolah jangan melamun."
"Iya lah mam."
"Kerjakan tugas-tugas."
Seusai jam pelajaran sekolah, biasanya aku berkumpul dengan kawan-kawan. Aku duduk di kantin sekolah ditemani Irma, Santi, Arum dan Dimas serta Budi. Kami asyik menikmati mie goreng hangat dengan es teh buatan bu Sani. Kami bergurau saling berbagi. Sebentar saja aku bisa melupakan hal-hal aneh di rumah.
"Asri kamu jadi ikut karni?" Tanya Irma.
"Nggak lah, aku lagi nggak mood," jawabku.
"Kamu kenapa As?" Lanjut Santi.
Aku bingung, merasa ada yang aneh denganku. Aku masih berpikir ingin membuka misteri apa yang ada di rumahku. Ah sudahlah....
"Mungkin asri mau..." "Mau apa?" tanya teman-temanku pada Dimas.
"Mau... semedi."
"Hahahaha iya benar," serentak teman-temanku tertawa geli. Tanpa satu katapun, aku lalu pergi meninggalkan mereka sambil melempar senyum.
Angin malam berhembus menusuk tubuhku. Seketika itu aku terjaga, kuarahkan pandanganku ke jam dinding. Tepat jam 2 pagi. Ah... masih ada waktu untuk tahajjud. Aku bergegas mengambil air wudhu. Walaupun udara sangat dingin, tapi aku paksakan pergi ke kamar mandi yang letaknya tidak jauh dari kamar tidurku.
Ku dengar bik Dinah mengaji Yaasin dari kejauhan. Semangatku makin tinggi. Aku laksanakan shalat dengan penuh kekhusukan. Kuakhiri shalatku, seiring bik Dinah mengakhiri lantunan Al Qur'an nya.
"Aaaaaaahhhh...." Ku dengar Suara orang menjerit kesakitan. Tapi dari mana asal suara itu. Suara wanita suara itu.... Setelah lama aku tak mendengar apa-apa lagi. Ah mungkin mama mengigau. Kuanggap biasa saja karena memang mama selalu mengigau. Matahari mulai naik, burung-burung berkicau bersahutan. Ah aku kesiangan! Aku bergegas ke kamar mandi dan setelah siap aku pergi ke sekolah. Kelihatannya mama masih tidur, dan mana bik Dinah. Oh mungldn dia sudah pergi ke pasar. Ah sudahlah aku pergi saja. Di sekolah tak banyak kulakukan, ponsel pun kumatikan. Papa jarang sekali menelponku, mungkin papa sibuk.
Santi, Arum dan Dimas menghampiriku.
"As liburan kali ini kamu mau ke mana?"
"Tak ada."
"Biasanya kamu punya ide" Tanya Arum kemudian.
"Oh jadi kamu mau di rumah saja," celetuk Dimas.
"Ada apa sih, kok kamu beberapa waktu ini ketus dengan kami?"
"Ah enggak, biasa saja," jawabku singkat.
"Ya udah maafkan kami ya."
"Heeh, tenang saja, nanti kapan-kapan aku ceritakan semua, oke?" Jawabku sambil berlalu.
Hari mulai senja, tapi dari tadi mama tidak keluar kamar.
"Bibik.... Bik."
"Iya non." Bik Dinah tergopoh-gopoh menghampiriku.
"Mana mama?"
"Entah non, dari tadi padi tak ke luar kamar." Aku tinggalkan bik Dinah, aku bergegas menghampiri kamar mama. Mungkin mama sakit, pikirku. Tok... tok... tok... Pintu kamar mama kuketok.
"Mama.... Maa."
"Iya Asri." Suara dalam kamar menjawab panggilanku.
"Mama sakit?" lanjutku bertanya pada mama.
"Iya Asri. Mama kena alergi jadi malas keluar, masuklah tidak dikunci."
Perlahan kubuka pintu kamar mama. Kulihat mama berbaring di atas tempat tidumya. Kulihat kulit tangan mama hitam kemerahan seperti terbakar.
"Iya kemarin di arisan mama terlalu banyak makan udang jadi gini deh."
"Iya ngeri ya mam. Mama sama denganku gak bisa makan udang," jawabku.
Kulihat kulit mama melepuh, wajahriya pucat pasi. Aku rasakan seperti ada yang lain. Sebab kalau aku lagi alergi biasanya nggak sampai parah kaya gitu. Tapi mungkin darah mama beda denganku jadi jenis alerginya pun berbeda. Hampir pukul 9 malam bik Dinah belum juga pulang padahal perginya dari maghrib tadi, kemana ya. Sepertinya ada yang tidak beres, kecurigaanku mulai memuncak.
Mama pun tak mau keluar kamar, ya mungkin gara-gara alergi mama malas meninggalkan tempat tidurnya. Kuraih bungkusan hitarn di kamarku yang belum sempat kubuka. Ini adalah peninggalan mama kandungku, entah apa isinya. Kubuka perlahan dengan penuli penasaran. Sampul kain hitam terbuka. Sebuah tasbih kecil dari emas memancarkan cahaya kuning keemasan. Tercium wangi yang sangat indah membawa kesejukan ke dalam hati dan jiwa. Tapi aku tak tahu, tasbih apa ini dan apa gunanya? Tiba-tiba kabut putih memenuhi ruangan kamar tidurku. Seorang berpakaian serba putih datang menghampiriku.
"Si...si... siapa kamu?"
Laki-laki dengan perawakan tinggi besar, memakai sorban di kepala memancarkan cahaya putih. Wajahnya rupawan, tersenyum memandangku.
"Al Hadad namaku," jawabnya.
"Lalu kamu mau apa?" Tanyaku dengan segala keberanian.
"Jangan takut cucuku, aku adalah kakek buyutmu."
"Tidak, aku tidak percaya."
"Jangan begitu cucuku."
"Lantas kalau kau kakek buyutku, apa buktinya?"
"Lihatlah. kau mempunyai tanda di sebelah kanan tanganmu, tepatnya di atas pergelangan tangan ada garis putih."
Kualihkan pandanganku ke arah pergelangan tangku sebelah kanan. Ya dalam hatiku. Tapi ini tanda lahir biasa.
"Ya itu tanda keturunanku."
Sepertinya kakek itu tahu dengan apa yang kupikirkan. Aku hanya diam terpaku mendengarkan wejangan-wejangannya. Memang belum saatnya aku menerima semua ini mengingat umurku masih muda.
"Tapi kakek percaya kamu mampu memegang amanah"
Setelah itu kakek pergi meninggalkanku seiring dengan kabut putih yang ada di ruang tidurku. Aku tersentak dan terjaga, rupanya dari tadi aku tidur sambil memegang tasbih emas ini. Aku coba beranjak dari tempat tidurku dan berniat mengembalikan tasbih emas ini ke dalam tempatnya semula. Tapi tanganku mendadak kaku dan antara percaya dan tidak tasbih itu masuk ke dalam pergelangan tanganku.
Ehhhh ada apa ini. Aku bingung keheranan. Tanganku tidak kaku seperti tadi dan aku merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhku terutama tangan kananku. Seperti ada kekuatan besar di dalam tubuhku.
Liburan sekolah telah tiba, aku malas untuk berlibur. Mungkin tahun ini tidak ada liburan special seperti tahun-tahun sebelumnya. Papa belum juga pulang, papa jarang berkomunikasi denganku, mungkin dengan mamalah. Aku anggap biasa saja. Hampir sepekan ini ponselku mati, aku malas diganggu. Aku sedang serius dengan fenomena-fenomena yang aku temukan di rumah. Setelah kupikir panjang aku akan cerita pada bik Dinah. Tapi kuurungkan niatku, sebenarnya aku curiga pada bik Dinah. Tapi aku belum yakin sebelum terbukti semuanya.
Hampir setiap hari Senin aku mengintai kejadian-kejadian aneh di rumah ini dan selalu kebetulan papa tak ada. Aku jadi jarang jumpa papa, kelihatannya papa makin sibuk saja. Ya aku memang memahami kesibukan papa, tapi siapa yang melakukan ritual aneh itu? Perlahan kuatur langkah untuk menyelinap ke balik pintu kamar yang selalu dipakai ritual gaib. Dan anehnya pintu selalu terbuka. Kok orang itu ceroboh sekali, entah sengaja atau tidak dia bikin seperti itu. Ritual sedang berlangsung dan aku akan mengikuti dari balik persembunyianku. Aku perhatikan dengan seksama, asap hitam mulai menebal, pasti makhluk itu muncul lagi.
"Hmm hirnkkk." Ia meringkik.
"Ini aku persembahkan sajianku." Tutur wanita berkain hitam itu.
Sekelebat saja makhluk itu berubah menjadi sosok tinggi besar hitam. Makhluk itu jadi manusia. Kepalanya licin tak berambut, matanya merah terang. Makhluk gaib itu memandang sajian dan mereka mulai melakukan apa yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Seperti biasa aku menutup kedua mataku.
"Mana darah perawan yang kau janjikan."
Setelah berapa lama akhirnya makhluk itu menagih janji.
"Belum Ki... belum ada korban yang pantas."
"Jadi sampai kapan, hmmm?"
"Nanti Ki, sabar saja, nyawaku taruhannya."
"Baiklah"
"Tambahkanlah kecantikanku, Ki... supaya Beni tambah cinta padaku dan aku mudah menguasainya juga anaknya supaya menurut saja padaku."
"Itu mudah hmhm...." Jawab makhluk gaib itu.
Baru kusadari kalau itu suara mama yang tengah melakukan perjanjian dengan iblis. Hatiku bergetar, amarahku memuncak. Rupanya dibalik
kebaikan mama ada sesuatu kejahatan. Aku tak bisa menahan diri. Aku keluar dari balik pintu.
"Mamaaaa!"
"Kurang ajar!" Mama melotot ke arahku.
"Rupanya kau mengintai kami?"
"Iya mam, aku sudah tahu," makhluk itu sudah kembali berubah wujud menjadi seekor kuda jantan.
Entah kekuatan apa dalam jiwaku, aku tendang semua sesajian. Dalam keadaan kalut, mama cepat-cepat memakai kain yang ada. Kuda setan itu menerjang ke arahku. "Hiiii... hiap..." Kutangkis, tanpa lengah kukeluarkan salto menendang bagian dadanya. Makhluk itu tersungkur. Mama mencoba menyerangku, ia meluncurkan pukulan ke arahku. Tapi aku berhasil menangkisnya. Di sudut lain aku melihat makhluk
itu mencoba bangkit, kedua kakinya menerjang ke arahku. Aku mengelak, meloncat sambil memukul ke arah perut makhluk itu. Dan dia kembali tersungkur.
Bik Dinah datang tiba-tiba, menyingkap kain sebatas lutut sambil menyerang mama. Tentu saja mama nampak geram karena saat itu dia hendak menyerangku. Ternyata bik Dinah juga pandai bela diri. Sesaat kemudian kuda iblis itu bangkit kembali bersamaan dengan mama yang memegang pecut perak. Sereptak mereka berdua melancarkan serangan ke arahku. Bik Dinah mengimbangi keadaan itu dan berdiri membelakangi punggungku. Dengan tangan siaga membentuk segitiga, bik Dinah tersenyum ke arahku. Kubentuk kedua tanganku sama dengan bik Dinah. Kami berduel melawan dua iblis.
Mulut bik Dinah komat kamit. Secepat kilat kuda iblis dan mama menyerang kami. Akhirnya dalam kamar itu kami saling menyerang. Dan mama jatuh terkapar menyemburkan darah segar, dia pingsan. Sekilas aku melihat bik Dinah membuka sanggulnya, rambutnya terurai panjang. Sebentar saja warna rambutnya berubah merah saga memancarkan sinar. Melihat kejadian itu aku terpengaruh, tapi aku tak boleh lengah.
Bik Dinah mengibaskan rambutnya ke arah iblis kuda itu. Kuda iblis itu berteriak, aku heran bik Dinah bisa berubah. Kuda iblis itu memanggilnya dengan sebutan aneh. Aku mencoba menolong bik Dinah yang kewalahan. Kami berdua menyerang berbarengan sambil mengucap asma-asma Allah. Kuda iblis itu akhirnya tersungkur tumbang. Api keluar dari tubuhnya dan menghilang ke angkasa. Bersamaan dengan itu tubuh mama lama-lama melepuh seperti terbakar.
"Maafkan aku," ujar mama. Seketika itu juga mama meninggal. Aku dan bik Dinah saling berpelukan dalam kamar yang berantakan.
"Maafkan aku bibik."
"Iya bibik tahu apa yang kamu rasakan. Selama ini bibik diam bukan benci, tapi bibik ingin menyelidiki sesuatu yang aneh."
"Hemmm," aku hanya tersenyum.
Aku coba menelpon papa dan kukabarkan mama sudah meninggal. Di tengah acara pemakaman, papa datang tergopoh-gopoh.
"Ada apa ini?"
Kami dan bik Dinah diam terpaku memandang jenazah yang membusuk.
"Tenang pa nanti Astri ceritakan. Setelah selesai pemakaman aku dan bik Dinah bercerita pada papa di depan Kyai Somad. Pak Kyai mengangguk-angguk memahami. Papa memelukku, hanya satu hal yang tak kuceritakan pada papa dan pak Kyai tentang wasiat itu. Ya aku menyimpan rapat rahasia itu. Malam sudah larut, aku dan bik Dinah memulai membuka cerita masing-masing. Tak kusangka bik Dinah adalah orang jaman dulu yang hidup di masa sekarang. Karena ketaatannya beribadah, Tuhan memberi satu keistirmewaan. Dan karena pengabdiannya yang kuat pada rajanya yang bemama Al Hadid, kakek buyutku, dia diperintahkan untuk membasmi ilmu hitam yang bernama pesugihan kuda basir. Yaitu kuda betina yang tidak bisa memberi keturunan. Tapi yang disembah mama iblis kuda jantan. Pernilik ilmu itu tidak akan pemah punya anak dan tumbalnya adalah orangtua kandungnya sendiri.