Kamis Legi, 31 Oktober 2024
Tutur tentang kehidupan sosok yang satu ini memang tak lekang dimakan zaman. Ada yang mengatakan ia berasal dari negeri Syam (Syria), tetapi, ada sebagian yang mengatakan ia berasal dari negeri Yaman yang pasti, Syekh Magelung Sakti yang juga dikenal sebagai Syarif Syam, Pangeran Soka atau Pangeran Karangkendal memiliki rambut yang sangat panjang dan jika diurai dapat menyentuh tanah.
Boleh dikata, sejak dilahirkan, rambutnya tak pernah bisa ada yang memotong. Oleh karena itu, ia pun berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari siapa yang bisa memotong rambutnya itu. Bahkan di dalam hati ia pun berjanji akan mengangkat siapa pun yang mampu memotong rambutnya untuk menjadi gurunya. Dan seiring dengan perjalanan waktu, tibalah ia di Cirebon. Menurut para tetua, kedatangan Syarif Syam ke Cirebon tak lain untuk mencari tokoh yang mampu memotong rambutnya sebagaimana yang pernah datang dalam mimpinya. Dan tokoh yang dimaksud dalam mimpinya itu tak lain adalah Sunan Gunung Jati dan mimpi itu memang menjadi kenyataan, rambut yang demikian panjang itu akhirnya berhasil dipotong oleh Sunan Gunung Jati yang sekaligus mengangkatnya sebagai murid. Dan tempat tersebut sampai sekarang dikenal dengan sebutan Karanggetas. Setelah dianggap cukup, Sunan Gunung Jati meminta kepada Syarif Syam atau Syekh Magelung Sakti untuk melakukan syiar Islam di wilayah pesisir pantai Tanah Jawa. Oleh karena itu, ia pun kemudian mukim di Karangkendal sampai dengan wafatnya dan dimakamkan pula di daerah itu sehingga akhirnya ia juga terkenal dengan sebutan Pangeran Karangkendal.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Magelung Sakti adalah manusia pilihan yang berhasil menundukkan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya, Indramayu. Akibatnya, seluruh pengikut Ki Tarsana dari bangsa makhluk halus pun turut takluk dengan suatu perjanjian tiap tahunnya, mereka meminta dibuatkan sesaji rujak wuni. Oleh karena itu jangan heran, di Kertasemaya, tradisi menyerahkan daging mentah tersebut sampai sekarang masih berlangsung pada setiap tahunnya. Jika merunut pada folklore (cerita rakyat), sosok Syekh Magelung Sakti seolah tak dapat dilepaskan dari Nyi Mas Gandasari yang kemudian menjadi istrinya. Pertemuan keduanya terjadi saat Syekh Magelung Sakti yang dikenal juga sebagai Pangeran Soka yang baru saja usai mempelajari tasawuf dari Sunan Gunung Jati, ditugaskan untuk berkeliling ke arah barat Cirebon, mendengar berita tentang sayembara Nyi Mas Gandasari yang sedang mencari pasangan hidupnya.
Sayang tak ada catatan yang mampu menerangjelaskan siapa gerangan Nyi Mas Gandasri tersebut. Namun, masyarakat yang mukim di sekitar makamnya, Panguragan, meyakini bahwa sosok tersebut berasal dari Aceh sekaligus merupakan adik dari Tubagus Pasei atau Fatahillah, putri dari Mandar Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Barkah Zainal Alim. Sejak kecil, Nyi Mas Gandasari diajak bahkan diangkat anak oleh Ki Ageng Selapandan sekembalinya dari menunaikan ibadah haji. Namun, tutur lain menyatakan, sejatinya, Nyi Mas Gandasari adalah putri Sultan Hud dari Kesultanan Basem Paseh (berdarah Timur Tengah), dan merupakan salah satu santri putri di pesantren yang didirikan oleh Ki Ageng Selapandan.
Kecantikan serta kepiawaiannya dalam bela diri, ternyata telah berhasil membuat Prabu Cakraningrat menjadi lupa diri dan mabuk kepayang sehingga tak segan-segan mengajak Nyi Mas Gandasari berkeliling untuk melihat berbagai hal termasuk yang paling rahasia dari kerajaannya. Kenyataan ini benar-benar dimanfaatkan oleh orang tua angkatnya, Pangeran Cakrabuana, untuk menyerang Rajagaluh. Dalam hati, Ki Ageng Selapandan, atau Ki Kuwu Cirebon, atau Pangeran Cakrabuana (masih keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Hindu Pajajaran), berkeinginan agar anak angkatnya untuk segera menikah. Setelah meminta nasihat Sunan Gunung Jati, gurunya, keinginan ayahnya tersebut disetujui oleh Nyi Mas Gandasari dengan suatu syarat, sang calon suami harus lelaki yang memiliki ilmu yang lebih dari dirinya.
Karena telah banyak menolak pinangan dengan beragam alasan, akhirnya, ia pun mengadakan sayembara secara terbuka dan dapat diikuti oleh para pangeran, pendekar, maupun rakyat biasa. Siapa pun yang sanggup mengalahkan, itulah jodohnya! Dari sekian banyak peserta, namun, tak seorang pun ada yang dapat mengalahkannya. Di antaranya adalah, Ki Pekik, Ki Gede Pekandangan, Ki Gede Kapringan, bahkan, Ki Dampu Awang atau Ki Jangkar, pendatang dari negeri Cina, berhasil pula dikalahkannya.
Akhirnya, Pangeran Soka pun memasuki arena. Jurus-jurus pamungkas pun terlontar. Walau tampak seimbang, namun, akibat kelelahan karena telah mengalahkan berpuluh pendekar tangguh, akhirnya, Nyi Mas Gandasari pun menyerah dengan berlindung di balik jubah Sunan Gunung Jati. Tetapi, Pangeran Soka terus melancarkan serangan bahkan hampir saja mengenai kepala Sunan Gunung Jati. Dan apa yang terjadi? Sebelum tangan Pangeran Soka menyentuh kepala Sunan Gunung Jati, mendadak, tubuhnya pun lemas tak bertenaga. Dengan senyum, Sunan Gunung Jati pun membantu Pangeran Soka untuk berdiri dan menyatakan bahwa di antara keduanya tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Dan menurut tutur, keduanya kemudian dinikahkan oleh Sunan Gunung Jati. Pada zamannya, Syarif Sam, Pangeran Soka atau Syekh Magelung Sakti adalah tokoh ulama yang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi selain itu, ia pun sangat berjasa di dalam melakukan syiar Islam untuk itu, ia pun membangun semacam pesanggrahan yang dijadikan sebagai tempat untuk terus melakukan syiar Islam dan mempunyai banyak pengikut. Hingga pada akhir hayatnya, Syekh Magelung Sakti pun dimakamkan di Karangkendal. Selain makam Syekh Magelung Sakti, di situs makamnya, terdapat sumur peninggalan tokoh yang legendaris itu, padasan kramat, Depok (semacam pendopo) Karangkendal, jramba, Kroya, pegagan, dukuh, depok Ki Buyut Tersana, dan pedaleman yang berisi pesekaran, dan paseban. Sementara, karena makam Nyi Mas Gandasari terdapat di Panguragan, maka, ia pun dikenal juga sebagai Nyi Mas Panguragan.