Kamis Legi, 31 Oktober 2024
Sebuah angkutan desa berjalan pelan membelah jalan berbatu di Jimbaran. Tepat di tepi hutan jati, angkutan desa ini berhenti Dari dalam angkutan turun seorang lelaki muda. Dia tak lain adalah Mashabi, putra ke tiga Johari yang beberapa tahun lalu pernah menjadi Kepala desa Jimbaran Sejak tahun yang lalu. Setelah lulus dari sebuah STM, Mashabi dan beberapa orang temannya memutuskan untuk mengadu nasib ke kota. Kini pria berkulit putih yang dikenal tidak banyak omong itu pun pulang ke kampung halamannya. dan istrinya pun tak kuasa menahan kegembiraan. Pelukan serta ciuman dari sang ibu sontak mendarat di wajah Mashabi, yang ikut larut dalam keharuan hingga tanpa sadar matanya meleleh membasahi.
"Kamu ini ke mana saja, Nak. Kenapa lama sekah tidak memberi kabar pada kami?" Tanya ibunya
"Sekarang saya bekerja di luar pulau, Bu. Saya bekerja di Kalimantan. Maafkan saya, Bu. Saya sibuk sekali, jadi tidak sempat kirim kabar. Lagi pula tempat kerja saya berada dl pedalaman, jauh dari keramaian, jadinya saya sulit untuk menghubungi Ibu sama Bapak. Sekali lagi maafkan saya, Pak, Bu"
"Memangnya di sana kerja apa, Nak? Cari kerja saja kok musti jauh-jauh sampai ke sana. "emangnya di Lampung alau di Jakarta sudah tidak ada lowongan kerja lagi?" Tanya sang ayah.
"Bukannya begitu, Pak Saya hanya ingin merubah nasib supaya lebih baik. Lagipula saya kan saya musti mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Kebetulan di Kalimantan saya mendapatkannya. Saya bekerja di sebuah portambangan, Pak. Gajinya lumayan besar. Oya, ini saya bawakan oleh-oleh untuk Ibu sama Bapak," jawab Mashabi sambil mengeluarkan beberapa bungkusan dari dalam tasnya.
"Kayaknya disini tidak ada pekerjaan yang menjanjikan," lanjut Mashabi singkat.
"Ya sudah, kalau begitu kamu istirahat saja, nanti kita sambung lagi ngobrolnya," ucap sang ibu.
Mashabi bergegas masuk ke dalam kamar tidurnya yang lama ia tinggalkan. Sambil rebahan di atas ranjang, pikiran Mashabi terus melayang-layang menembus langit-langit kamarnya. Tampak sekali kalau pemuda ini tengah memikirkan sesuatu. Sesekali dahinya berkerut, menandakan kalau yang dipikirkannya bukanlah masalah yang ringan. "Aku harus berhasil mewujudkan impianku. Aku sudah jauh-jauh pulang ke sini, karena itu rencanaku harus berhasil sebelum kembali ke Kalimantan minggu depan. Semoga saja bambu yang dimaksud Datuk Janadi bisa aku temukan di sini," ucap Mashabi dalam hati.
Mashabi memang tengah merencanakan sesuatu. Saat ini dia berambisi untuk bisa merebut jabatan sebagai mandor di perusahaan pertambangan tempatnya bekerja. Karena itu beberapa waktu yang lalu dia mendatangi seorang dukun sakti di dekat tempatnya bekerja. Kepada sang dukun dia meminta agar keinginannya untuk menggeser posisi Herdian sang mandor bisa terlaksana. Sang dukun kemudian menganjurkan agar Mashabi pulang ke kampung halamannya untuk mencari sebatang bambu yang antara ruas yang satu dengan lainnya memiliki titik tumbuh yang saling sejajar (temu ruas) atau bambu petuk. Menurut dukun berwajah angker itu, bambu seperti itu memang sangat sulit didapatkan. Tapi bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya, tentu saja akan mendapatkan kekuatan gaib yang amat luar biasa. Mashabi menjadi tertarik untuk menuruti perintah sang dukun. Pasalnya di desa tempat tinggalnya, terdapat sebuah hutan bambu yang cukup luas. Dia berpikir bahwa bambu yang dimaksud itu pasti akan bisa ditemukannya di hutan itu. Karenanya, diapun segera pulang ke Lampung, sekalian menjenguk kedua orangtuanya yang telah lama ditinggalkan. Namun sebelum Mashabi berangkat ke Sumatera, Datuk Janadi juga menyampaikan pesan jika pemuda ini berhasil menemukan bambu yang dimaksud, dia harus mencari seseorang yang memiliki hari kelahiran (weton) seperti yang dimiliki Herdian, rivalnya. Mashabi diperintahkan untuk menghabisi orang itu dan memasukkan darahnya ke dalam batang bambu yang didapatkannya.
Siang berganti malam. Mungkin karena kelelahan, Mashabi terlelap tidur sepanjang siang tadi. Dia baru terbangun ketika sang ibu mengetuk pintu kamarnya untuk mengajaknya makan. Seusai makan dia menuju ruang tamu, di sana telah menunggu kedua orang tuanya. Obrolan santai segera terjadi di antara mereka. Perpisahan yang begitu lama membuat mereka seolah tidak ingin melewatkan begitu saja pertemuan saat itu. Namun obrolan hangat itu mendadak terhenti saat Mashabi mencoba menanyakan mengenai sebatang bambu yang akan dicarinya. Johari yang mendapat pertanyaan itu tampak terkejut Kedua matanya kontan menatap tajam wajah anak ketiganya itu.
"Untuk keperluan apa kamu mencari bambu petuk itu, Nak?" tanya sang ayah. Meski tidak mengatakan yang sebenarnya namun Mashabi berusaha menjelaskan bahwa barang itu akan dijadikan jimat. Dia menceritakan bahwa di tempatnya bekerja banyak terjadi hai-hal gaib yang terkadang bisa membahayakan jiwa dan keselamatannya. Karenanya saat dia menghubungi seorang dukun di pedalaman Kalimantan, sang dukun menganjurkannya untuk mencari sebatang bambu petuk.
"Bapak tidak tahu apakah bambu seperti yang kamu maksud itu ada atau tidak. Namun yang pasti di tengah hutan bambu itu ada sebuah punden keramat. Mungkin di sekitar punden itu ada barang yang kamu maksud," ungkap Johari. Satu masalah sepertinya sudah terlewati, namun masih ada satu masalah lagi yang belum bisa diatasi Mashabi, yaitu mencari seseorang yang memiliki hari kelahiran sama dengan Herdian rivalnya. Dari ditengah kegelisahannya, tiba-tiba saja telinganya seperti mendengar ada seseorang yang berbisik menyebut nama Lukman. Lukman sendiri adalah teman Mashabi semasa kecil, yang kebetulan rumahnya berada di tepi hutan bambu. Karena itu Mashabi berencana mengajak Lukman untuk mencari 'bambu temu ruas' yang diinginkannya. Keesokan harinya, Mashabi segera bergegas menuju rumah temannya yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumahnya.
Kebetulan saat itu Lukman sedang memberi makan kambing peliharaannya. Lukman tampak kaget melihat kedatangan Mashabi. Dengan penuh keramahan Lukman segera mengajak tamunya masuk ke dalam rumahnya. Di tengah rintik hujan yang terus menetes, keduanya melepas rindu dengan ngobrol ngalor ngidul sampai kemudian Mashabi menyampaikan maksud kedatangannya dan Lukman sendiri tidak merasa keberatan. Tanpa menghiraukan cuaca mendung dan rintik hujan, keduanya bergegas masuk ke dalam hutan.
Dan ternyata benar adanya, tepat di sisi barat punden keramat Mbah Kirmin, Danyang desa Jimbaran, Mashabi berhasil menemukan bambu yang dicari. Diapun segera saja memotong batang bambu dengan sebilah parang tajam milik sang ayah. Lukman pun tidak tinggal diam. Pemuda berkulit hitam manis ini ikut membantu teman masa kecilnya dengan menebas batang barnbu. Namun betapa terkejutnya, ketika pemuda ini sedang sibuk memegangi dan menebas batang bambu, tiba-tiba saja Mashabi mengarahkan parangnya ke perut Lukman, sehingga tewas seketika.
Mashabi segera mengambil selembar daun untuk menampung darah untuk diisikan ke dalam tabung batang bambu temu ruas yang baru saja didapatkannya. Sebuah keanehan tiba-tiba saja terjadi, begitu darah segar itu dimasukkan ke dalam bambu. Tiba-tiba saja batang bambu itu pecah dan dari dalamnya keluar seuntai kalung manik-manik hitam berbentuk aneh yang segera saja dipakai oleh Mashabi. Beberapa hari kemudian saat Mashabi kembali ke Kalimantan, apa yang dulu diucapkan Datuk Janadi sang dukun benar-benar terbukti. Tiba-tiba saja Herdian sang mandor yang menjadi saingannya selama ini jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Karenanya, pimpinan dari perusahaan tempatnya bekerja kemudian menunjuk Mashabi untuk menggantikan posisi Herdian. Saat ini roda kehidupan Mashabi sedang berada diatas, tapi perlu diingat bahwa setiap perbuatan pasti akan ada balasannya. Dan satu hal yang pasti, kejahatan yang dilakukan Mashabi terhadap orang lain akan dirasakannya pula dikemudian hari.