Rabu Pon, 12 November 2025
Mengapa manusia harus bertauhid? apa pentingnya bertauhid? jawaban singkatnya adalah karena Allah Maha Pecemburu. Itulah sebabnya dosa yang tidak diampuni adalah kemusrikan atau menduakan Allah. Dalam surat Al Baqarah ayat 217 dikatakan : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar"
Nabi Muhammad pun menekankan pentingnya bertauhid sebagaimana dalam hadist : "dzikir yang paling utama adalah laa ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah)" (HR. Tirmidzi). Dalam hadist lain yang diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad, Rasullulah bersabda : "Miftahul Jannah Laa Ilaaha Illallah" (kunci surga adalah tiada ilah selain Allah). Bertauhid tentulah bukan hanya mengucapkan zikir tauhid saja namun yang jauh lebih penting adalah tauhid itu harus menghujam ke dalam dada dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Mayoritas umat Islam memahami tauhid itu hanya dalam soal menyembah saja yaitu yang disembah hanyalah Allah. Pemahaman seperti ini menyebabkan bertauhid dianggap sesuatu yang tidak prioritas untuk ditekuni ilmunya apalagi dipraktekan karena yang namanya orang beragama Islam sudah pastilah yang disembah hanya Allah sehingga kita menganggap diri kita sudah bertauhid. Tentu saja pemahaman tauhid yang hanya sebatas menyembah saja ini perlu dikoreksi karena tauhid itu sangatlah luas karena mencakup pada kehidupan sehari-hari dan tidak hanya soal sembah menyembah.
Jika tauhid itu soal menyembah saja, lalu untuk apa Rasullulah menekankan pentingnya bertauhid? padahal orang yang beragama Islam sudah pastilah yang disembah hanya Allah apalagi di era modern seperti sekarang, hampir tidak adal lagi orang yang menyembah patung, pohon, batu karena sudah dianggap tidak masuk akal. Kalaupun dalam suatu agama terdapat patung, itu hanyalah simbol atau alat agar lebih konsentrasi dalam beribadah. Sama halnya jika sholat di depan kabah, maka kabah itu bukan untuk disembah melainkan hanyalah simbol agar yang sholat bisa lebih mudah fokus saat ibadah.
Inilah pentingnya mengupgrade ilmu agar kita tidak terjebak pada pengetahuan yang itu-itu saja sehingga tanpa disadari sebenarnya kita melakukan kemusrikan setiap hari bahkan saat beribadah pun musrik. Inilah syirik khofi (samar) yang tidak banyak disadari orang. Jadi dalam belaja Islam, jangan berada di zona nyaman yaitu cukup percaya apa kata ustad-ustad yang ada di televisi atau ustad-ustad yang punya nama tenar lalu kita merasa sudah beriman, merasa banyak pahalanya dan merasa layak masuk surga. Inilah jebakan yang membuat mayoritas orang masuk neraka karena melakukan kemusrikan yang tidak disadari.
Kuncinya adalah belajarlah Islam ke banyak guru khususnya guru yang sudah mengenal Allah agar memiliki sudut pandang yang lebih luas sehingga beragama tidak terjebak pada pemahaman yang bersifat doktrin. Ilmu fiqih, tahsin, tafsir, nahwu shorof dll silahkan dipelajari namun jangan terjebak pada belajar ilmu itu terus karena makin tua usia seseorang yang harus khatam adalah ilmu tauhid karena hanya orang yang bertauhid saja yang selamat di akherat. Kalau kita mempelajari ilmu selain ilmu tauhid maka sampai usia selesai pun tidak akan pernah selesai karena terlalu banyak materi yang dipelajari. Kalau ingin selamat, maka utamakan belajar ilmu tauhid.
Apa tujuan hidup manusia? memperbanyak amal? memperbanyak ilmu? atau kembali kepada Allah?
Tentu dalam hidup itu kita harus perbanyak amal dan ilmu namun harus ingat bahwa "kembali ke Allah" adalah tujuan utamanya karena bersama Allah adalah kenikmatan yang kekal. Jika amal dan ilmu itu diperbanyak dengan tujuan mendapatkan pahala dan surga maka inilah kemusrikan yang tidak disadari. Ibadahnya, perbuatan baiknya, ilmunya tidak didasari tauhid yang murni yaitu dipersembahkan hanya untuk Allah melainkan didasari karena adanya hadiah yaitu pahala/surga.
Seorang wali perempuan Rabiah al Adawiyah mengatakan kepada Allah bahwa "Jika dirinya beribadah karena takut neraka, maka masukan dirinya ke neraka. Dan jika dirinya beribadah karena berharap surga maka haramkan surga untuknya". Itulah pemahaman bertauhid murni yang harus menghujam ke dalam hati sebagaimana firman Allah : "Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" (Al-An'am:162).
Jadi jika ingin "kembali ke Allah" maka harus bertauhid dalam beribadah, jangan lagi beribadah karena ingin dapat pahala surga karena konsep beribadah seperti itu adalah untuk mereka yang masih belajar seperti anak kecil. Setelah dewasa, harus bertauhid murni yaitu dalam ibadah yang dituju hanyalah Allah semata. Jangan Allah itu disandingkan dengan surga/pahala karena itulah kemusrikan yang tidak kita sadari. Fokuskan di pikiran dan di hati kita ketika ibadah adalah Allah semata, jangan lagi ada sorga/neraka di pikiran dan hati kita karena itu semua sudah otomatis akan dapat jika kita bertauhid murni dalam beribadah.
Syaikh Muhammad At-Tamimy rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Al-Qawalidul Arba' mengatakan, "Ketahuilah, sesungguhnya ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah kecuali dengan tauhid (yaitu memurnikan ibadah kepada Allah semata)."
Ibadah pun bukan hanya soal sholat, puasa, zakat, haji/umroh namun saat kita bekerja, berbisnis dan lain-lain aktivitas jika semua itu ditujukan hanya untuk Allah maka itulah bekerja yang bertauhid, berbisnis yang bertauhid, beraktivitas yang bertauhid. Di setiap aktivitas sadarilah adanya peran Allah. Misalnya jika kita bekerja sebagai ahli teknologi, maka sadarilah keahlian kita bukanlah karena kepintaran anda tapi itu semua Allah yang memberikannya maka jangan lagi mengklaim ilmu itu milik kita. Kalau kita mengklaim itu ilmu kita maka musriklah kita karena tauhidnya adalah "tiada yang memiliki ilmu kecuali Allah".
Jika dari aktivitas bisnis yang kita lakukan lalu kita memiliki banyak uang, membeli mobil, rumah maka harus disertai bertauhid yaitu "tiada yang dapat memberikan rejeki, uang, mobil, rumah kecuali Allah". Kalau kita mengklaim uang, rumah, mobil milik kita maka musriklah kita karena itu semua adalah milik Allah yang dipinjamkan ke kita. Bahkan kemampuan kita mencari uang pun diberikan oleh Allah karena adanya sifat Iradat (berkehendak), Qudrat (berkuasa), Bashor (melihat), Sama' (mendengar), kalam (berbicara) dan Ilmu (pengetahuan) yang ada didalam diri kita.
Imam Al-Ghazali berkata: "Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (mengenal Allah) yang wajib disembah". Jadi jika belum mengenal Allah dengan benar maka ibadahnya tidak sah atau belum beriman kepadaNya. Maksudnya adalah barangsiapa mengatakan "tiada tuhan selain Allah" namun Allah yang diyakininya itu berlainan dengan Allah sebenarnya maka dia telah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang diyakininya.
Jadi untuk bertauhid, kita harus terlebih dahulu mengenal Allah (makrifatullah). Rasulullah dalam hadistnya mengatakan "awaludin makrifatullah" (awal mula beragama adalah mengenal Allah). Tanpe mengenal Allah dengan sebenarnya, maka bertauhidnya masih akan gamang atau belum menghujam ke dalam hati. Untuk mengenal Allah tidak bisa belajar ke ulama fiqih atau ulama syariat tapi harus belajar ke ulama makrifat. Jika kita sudah mengenal Allah, maka semua syariat yang kita jalankan akan bernilai dihadapan Allah karena ibadahnya tidak hanya fisik saja tapi juga ruhani. Sholatnya tidak hanya fisik namun juga ruhani dan inilah sholat yang diterima Allah sehingga sholat yang seperti itulah yang dapat mencegah perbuatan keji mungkar. Jika sholat rajin tapi masih melakukan kemungkaran, itu artinya sholat yang belum bertauhid, sholatnya masih ada kemusrikan di dalamnya. Itulah sholat yang di dalam Quran dikatakan "celakalah orang yang sholat yaitu yang lalai dalam sholatnya". Lalai bukanlah menunda waktu sholat tapi lalai yang dimaksud adalah tidak bertauhid saat sholat.
Cirinya sholatnya orang yang belum bertauhid :
Sholatnya Orang Yang Bertauhid
Seorang wali perempuan Rabiah al Adawiyah mengatakan kepada Allah bahwa "Jika dirinya beribadah karena takut neraka, maka masukan dirinya ke neraka. Dan jika dirinya beribadah karena berharap surga maka haramkan surga untuknya". Itulah pemahaman bertauhid murni yang harus menghujam ke dalam hati sebagaimana firman Allah : "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" (Al-An'am:162).
Hendaknya kita jangan puas dengan hanya menjalankan sholat yang sekedar gugur kewajiban. Tingkatkan ilmu sholatnya agar menjadi sholat yang bertauhid. Inilah sholatnya para kekasih Allah yaitu sholat yang ikhlas dan sholat inilah yang diterima oleh Allah. Cirinya :
Orang yang bertauhid menyadari adanya sifat-sifat Allah (7 sifat ma'ani) yang menjadikan dirinya mampu melakukan sholat :
Dengan memahami sifat ma'ani yang ada pada diri kita, maka saat sholat tiadakan/fanakan itu semua, jangan mengakui sifat-sifat itu sebagai miliki kita dan kembalikan semua itu sifat itu kepada Allah :
- Laa Hayyun (tiada yang Hayat),
- Laa Ilmun (tiada yang Berilmu),
- Laa Bashirun (tiada yang Melihat),
- Laa Sami'un (tiada yang Mendengar),
- Laa Mutakallimun (tiada yang Berkalam),
- Laa Muridun (tiada yang Berkehendak),
- Laa Qodirun (tiada yang Berkuasa),
- Laa Maujudun bi Haqqi Illalah (tiada yang wujud secara hakiki kecuali Allah)
Hendaknya kita menyadari bahwa manusia itu hakekatnya adalah wayang, tiada memiliki daya dan upaya kecuali itu semua dihidupkan dan digerakan oleh Allah. Manusia memang secara lahiriah tidak menyadari dirinya hanya wayang, namun jika manusia sudah memiliki kesadaran tinggi maka ia akan menyadari dirinya hanya wayang. Untuk memahaminya maka kita perlu mengetahui bagaimana suatu perbuatan yang kita lakukan itu terjadi :
1. Apa yang dikerjakan oleh TUBUH adalah nyatanya perbuatan HATI
2. Apa yang dikerjakan oleh HATI adalah nyatanya perbuatan RUH
3. Apa yang dikerjakan oleh RUH adalah nyatanya perbuatan SIRR
4. Apa yang dikerjakan oleh SIRR adalah nyatanya perbuatan DZAT
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Qs.Ash-Shaffaat ayat 96 : "Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat". Adapun memfanakan diri tidak hanya dilakukan saat sholat namun saat ibadah lainnya pun juga bisa dilakukan misalnya puasa, sedekah, umroh/haji serta saat bekerja pun kita harus menyadari bahwa semua aktivitas kita dikendalikan oleh Allah. “La tataharraku dzarratun illa bi idznillahi” (tidak akan bergerak satu dzarah (biji atom) pun melainkan atas idzin Allah). Cukup dengan menyadari dan mengakui bahwa kita hanya wayangnya Allah, maka Insya Allah di akherat nanti kita tidak akan dihisab. Beda halnya jika kita yang mengakui yang melakukan semua ibadah dan pekerjaan, maka apa-apa yang kita kerjakan akan dihisab di akherat. Wallahu a'lam bishawab.