Jumat Legi, 11 Oktober 2024
Pada suatu zaman di sebuah desa di Maluku, ada seorang anak yatim piatu yang akrab disapa dengan Yongker. Menurut tutur, sejatinya, ia berasal dari daerah Manipa namun, sejak kedua orang tuanya wafat, ia kemudian pindah dan menetap di Benteng. Sebagai pemuda yang tumbuh dalam kubangan serba kekurangan, maka untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, dengan tanpa mengenal lelah, tiap hari, Yongker selalu mencari kayu bakar di hutan untuk dijual ataupun ditukarkan dengan berbagai jenis barang yang dibutuhkan.
Oleh sebab itu, jangan heran, banyak orang yang mengenalnya sebagai Yongker si penjual kayu bakar. Hari dan bulan pun terus berganti. Hingga di suatu pagi yang amat cerah, dengan perasaan riang, Yongker mendayung perahunya menuju Pantai Latulahat. Tujuannya tak lain, untuk mencari kayu bakar di gunung yang terdapat tak jauh dari pantai tujuannya. Ia berharap, kepergiannya sekali ini bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dar biasanya. Oleh sebab itu, ia sengaja mempersiapkan dan membawa bekal yang cukup, rnengingat, daerah tersebut tergolong cukup jauh dengan tempat tinggalnya.
Setelah semuanya dirasa cukup, Yongker pun mendorong perahunya dan berlayar di lautan nan luas membiru. Entah berapa larna Yongker berlayar, setibanya di sana, dan setelah menambatkan perahunya di akar pohon yang tumbuh di tepian pantai di Tanjung Latulahat, sambil membawa bekalnya, ia pun berjalan mendaki gunung yang ada di depannya. Dengan mantap Yongker mengayunkan langkahnya. Dan ketika sampai di puncaknya, tanpa menunggu berlama-lama, ia pun mulai bekerja. Tak hanya dahan dan ranting kering yang berserak yang dikumpulkannya, sekali ini, Yongker juga memotong dahan-dahan pohon dan membiarkannya tergeletak di bawahnya. la berniat, dahan-dahan tersebut sengaja dibiarkan kering dengan sendirinya, kemudian, baru diangkut dengan perahunya.
Ketika terik mentari siang mulai merayapi tubuhnya, maka, Yongker pun memutuskan untuk beristirahat barang sejenak sambil menikmati bekal yang sengaja dibawanya dari rumah. Setelah itu, ia pun kembali melanjutkan pekerjaaannya. Tanpa terasa, seiring dengan mentari yang turun di arah barat, Yongkerpun baru tersadar. Dengan segera ia mengumpulkan kayu bakar hasil kerjanya hari itu dan bergegas pulang. Tetapi apa daya, ketika kakinya mulai menuruni lembah, malam pun datang. Bintang gemintang berkelip dengan indah di birunya langit, sementara, sang dewi malam juga bersinar penuh.
"Lebih baik aku bermalam di gumamnya seorang diri". Tanpa membuang banyak waktu, Yongker segera mencari tempat yang tepat dan aman untuk beristirahat. Agaknya, alam cukup bersahabat. Purnama yang benderang membuat Yongker dapat dengan mudah dapat memperhatikan keadaan di sekelilingnya hingga, ia menemukan sebuah tanah lapang yang bersih dan ditumbuhi rerumputan yang tebal dan segar. Tanpa berpikir panjang, ia pun langsng merebahkan dirinya di rerumputan itu. Walau tubuhnya terasa luluh lantak akibat seharian bekerja, tetapi, matanya tak juga mau terpejam barang sedetik pun. Betapa tidak, malam itu, nyamuk-nyamuk hutan seolah mendapatkan makanan yang selama ini amat diinginkannya Akibatnya, hampir tiap saat, Yongker harus rnengibaskan tangan atau menepuk beberapa bagian tubuhnya untuk mengusir nyamuk-nyamuk yang dengan rakus menghisap darahnya.
Ketika ia sedang menepuk kakinya yang digigit nyamuk, tanpa diketahui, tiba-tiba, datang seekor ular raksasa dan langsung menelannya dan tak lama kemudian, memuntahkannya lagi. Yongker pun langsung terpelanting dan tak sadarkan diri. Begitu siuman, tiba-tiba, ia mendengar suara gemuruh yang teramat menakutkan. Tanah yang dipijaknya bergetar hebat, bumi seolah hendak terbelah dan menalannya hidup-hidup. Yongker hanya bisa pasrah pada nasib Dan pada saat yang bersamaan, tampak seorang lelaki tua bertubuh tinggi besar telah berdiri di depannya dengan pandangan penuh wibawa. Tak lama kemudian, terdengar suaranya....
"Hai anak muda, siapa engkau dan dari mana asalmu?"
"Sa..sa..saya Yongker, dari Manipa tapi tinggal di Benteng", jawab Yongker penuh ketakutan.
"Kenapa engkau kesini dan merusak hutanku", tanya lelaki tua itu penuh selidik.
Karena merasa bersalah, dengan penuh ketakutan, Yongker pun bersujud sambil berkata : "Ampuni saya Kakek saya sebatang kara, dan untuk bertahan hidup, saya mencari kayu bakar untuk dijual ampuni saya ampuni saya".
Pengakuan jujur Yongker membuat sang kakek pun tersenyum. "Kalau begitu, sekarang, mintalah padaku pasti akan kukabulkan", kata si kakek.
"Saya tidak meminta apapun, namun, apa yang Kakek berikan akan saya terima dengan senang hati", kata Yongker harap-harap cemas.
"Baik sekarang, pejamkan matamu", kata sang kakek seraya mengambil sepotong bulu (bambu-red) yang secara tiba-tiba tumbuh tak jauh di belakang Yongker. Dengan kesaktiannya yang amat luar biasa, sang kakek menusukkan bulu (bambu-red) dari kepala Yongker hingga tembus ke kakinya kemudian langsung mencabutnya kembali. Alih-alih merasa sakit, setelah bulu (bambu-red) itu tercabut, Yongker merasakan tubuhnya bukan main segarnya.
"Sekarang, buka matamu", perintah sang kakek.
"Kakek apa yan terjadi kenapa tubuhku jadi sesegar ini?" Tanya Yongker penasaran.
Sambil tersenyum, sang kakek pun berkata, "sekarang engkau kuangkat menjadi cucuku. Aku telah memberiMu ilmu kebal. Tidak hanya kebal terhadap serangan berbegai jenis benda tajam dan tumpul apalagi tangan kosong, juga kekuatan yang dahsyat untuk membela diri".
"Tapi ingat, gunakan ilmu itu hanya untuk menjaga diri dari binatang buas dan orang-orang jahat!" Tambah si kakek.
Dengan kepala tetap tertunduk, Yongker pun berkata "Terima kasih, terima kasih, saya berjanji untuk terus memegang teguh segala yang Kakek pesan".
Usai itu, Yongker sengaja menoleh untuk melihat pohon bulu (bambu-red) yang tiba-tiba tumbuh di belakangnya. Walau telah mengerjapkan matanya berulang kali, tetapi, ia melihat pohon itu masih ada di tempatnya. Bersamaan dengan itu, ia melihat ada tujuh helai daun bulu (bambu-red) yang terlepas dari tangkainya, dan kemudian terbang ditiup angin dan jatuh di lautan. Dan apa yang terjadi? Yongker kembali melihat keajaiban.
Betapa tidak, di tempat jatuhnya daun-daun tadi, tiba-tiba, muncul tujuh buah pulau kecil. Sampai sekarang, orang-orang menyebutnya dengan Pulau Tujuh. Yongker kembali menoleh ke belakang. Sekali ini, kembali ia terheran-heran. Pasalnya, pohon bulu (bambu-red) itu hilang entah kemana. Belum lagi hilang keheranannya, sang kakek yang tadi berdiri di depannya juga raib bak ditelan bumi.
Yongker hanya bisa berdiri termangu. Ia benar-benar tak bisa mencerna berbagai peristiwa yang baru saja dialaminya itu. Esoknya, Yongker pun kembali ke rumahnya dan menceritakan apa yang dialaminya pada tetua kampung. Sejak itu, ia dikenal sebagai lelaki yang memiliki ilmu kebal dan selalu menolong orang-orang yang diganggu penjahat. Ya Yongker benar-benar mengamalkan ilmunya sebagaimana yang dipesankan oleh si kakek yang ditemuinya di tengah hutan itu.
Hingga kini, oleh penduduk Dusun Waimahur Latulahat, tempat Yongker beristirahat masih terlihat bersih dianggap sebagai tempat keramat sedang, pohon bulu (bambu-red) yang dilihat Yongker disebut dengan nama Bulu Pamali karena tumbuh dan hilang secara misterius. Sampai sekarang banyak yang meyakini, bagi yang memiliki indra keenam serta berhati bersih, sejatinya, sewaktu-waktu, pohon keramat tersebut muncul.