Jumat Legi, 11 Oktober 2024
Kisah nyata ini terjadi di sebuah dusun terpebcil di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Mayat seorang warga dusun tersebut hilang dari kuburannya. Sarnpai sekarang peristiwa tersebut tetap jadi misteri. Seorang tetangga almarhum menuturkan kisah aneh tapi nyata ini pada kami. Begini ceritanya...
Siang itu terjadi hal yang tak lazim di dusun Campang sebuah dusun terpencil di Kabupaten Tanggamus. Ketika pengeras suara dari mushola yang ada di dusun itu berkumandang mengumumkan bahwa Kartomo (bukan nama sebenarnya) telah meninggal dunia, reaksi warga yang mendengar kabar tersebut tampak tenang-tenang saja, seolah olah tidak terjadi apa apa. Seorang warga yang keceplosan malah mengutuk menyukuri kepergian lelaki yang berprofesi sebagai dukun itu.
Sikap yang ditunjukkan warga tersebut cukup beralasan. Karena Ki Tomo, demikian panggilan sang dukun tersebut semasa hldupnya sangat sombong. Sebagai seorang dukun dia bersikap pilih kasih pada pasien yang datang padanya. Pada setiap orang yang datang berobat padanya dia selalu meminta bayaran yang tinggi, meskipun dia tahu kalau pasiennya itu tidak mampu. Meskipun demikian orang yang menggunakan jasa Ki Tomo tetap ada. Hai ini karena di dusun itu hanya Ki Tomo sendiri yang dikenal orang sebagai dukun. Konon selain berobat ada juga mereka yang datang untuk keperluan lain, seperti minta penglarisan, minta enteng jodoh, sampai minta jadi kaya raya alias pesugihan.
Sebenarnya untuk hai hal di atas Ki Tomo bukan ahlinya. Tetapi demi uang dan agar tidak mengecewakan pasiennya, dia nekad menyanggupinya. Soal hasilnya, terserah bagaimana nanti, ucapnya dalam hati.
"Sekali lagi ku katakan aku hanya berusaha menolong tapi mudah-mudahan berjodoh," itulah katimat yang seialu diucapkan Ki Tomo pada setiap pasien yang minta pertolongan padanya.
Anehnya mereka yang telah menggunakan jasa dukun tiban itu tidak pernah protes, meskipun mengetahui kalau apa yang mereka harapkan itu tidak pernah berhasil. Ya, mungkin mereka merasa malu kalau rahasia mereka sampai diketahui orang lain. Atau mereka takut kalau Ki Tomo akan menyusahkan mereka. Keadaan ini membuat Ki Tomo semakin besar kepala dan sombong. Dan mengira kalau ilmunya itu hebat, sehingga kemampuannya itu digunakannya terus tanpa memikirkan akibatnya kalau sesungguhnya dia telah menanamkan benih-benih kebencian pada orang lain!
Akan halnya keluarga Ki Tomo selama ini tidak mengetahui sama sekali apa yang telah diperbuat Ki Tomo dengan profesinya itu. Nafsiah, istri Ki Tomo Cuma tahu kalau suaminya itu hanya seorang dukun pijat yang mengobati pasiennya dengan cara mengurut, lalu memberi ramuan tertentu pada pasiennya, tak lebih dari itu. Dan ini berlangsung cukup lama, sampai akhirnya Ki Tomo tiba-tiba jatuh sakit.
Mulanya Ki Tomo hanya sakit demam biasa. Tapi beberapa hari kernudian dia mengalami panas yang tinggi hingga kemudian dia jadi lumpuh dan seluruh anggota tubuhnya tidak bisa digerakkan. Keadaan ini tentu saja membuat keluarganya jadi sedih. Mereka tidak menyangka kalau Ki Tomo yang awalnya cuma mengalami sakit demam biasa tiba-tiba berubah menjadi sakit yang begitu parah. Sejak menderita sakit pasien Ki Torno tidak ada lagi yang datang untuk berobat padanya. Yang menyedihkan tidak pernah satupun tetangga yang mau datang menjenguknya. Hanya ustadz Sanusi yang satu kaii pernah datang lantaran permintaan Nafsiah, istri Ki Tomo.
"Pak ustadz, suami saya sakitnya semakin parah. Dia terus menerus mengigau. Kami takut terjadi sesuatu padanya..." ucap Nafsiah saat datang ke rumah ustadz Sanusi pagi itu.
Ustadz Sanusi yang rumahnya tidak jauh dari rumah Ki Tomo merasa iba pada Nafsiah. Maka siang itu diam-diam dia datang menengok tetangganya itu. Bukan main terkejutnya beliau saat melihat keadaan Ki Tomo. Dalam hati berulangkali beliau beristighfar. Tidak ada yang dapat diperbuat ustadz Sanusi saat itu. Dia hanya membacakan surat Al Ikhlas terus menerus di hadapan Ki Tomo yang berbaring lemah dengan mata yang melotot.
Konon Surat Al Ikhlas jika dibacakan pada orang yang sakit dapat meringankan rasa sakit penderitanya. Ini memang selalu dipraktekkan oleh ustadz Sanusi dan ternyata berkat ijin dan pertolongan Allah Swt penderita itu mendengarnya bisa jadi tenang dan tertidur. Demikian pula halnya yang terjadi pada Ki Tomo saat itu, saat mendengar suara ustadz Sanusi membacakan Kulhu matanya yang melotot jadi terpejam dan diapun tertidur.
"Tunggulah dia terus, jangan sampai ditinggalkan," Pesan ustadz saat pamit pada Nafsiah. Nafsiah yang semula merasa tegang kini jadi sedikit tenang.
"Terimakasih, pak ustadz", ucapnya seraya mengiringi ustadz Sanusi kekiar dari kamar. Saat sampai di depan -rumah Ki Tomo, ustadz Sanusi tiba-tiba mencium bau anyir yang menyengat. Dia cuma menutup hidung sambil beristighfar dan melangkah pulang.
Selang beberapa hari setelah ustadz Sanusi datang menengoknya, Ki Tomo menghembuskan nafasnya yang terakhir. Salah satu anak Ki Tomo mengumumkan kematian ayahnya melalui pengeras suara yang ada di mushola desa itu. Tetapi ternyata tidak ada seorang warga pun yang datang ke rumah Ki Torno untuk melayat. Melihat keadaan ini ustadz yang saat itu baru saja pulang dari kebun segera mefangkah ke mushola dan mikrofon.
"Sekali lagi saya mohon dengan hormat kepada para tetangga untuk segera datang melayat ke rumah Ki Tomo..."
Berulangkali ustad Sanusi melalui pengeras suara meminta warga untuk datang melayat ke rumah Ki Tomo. Mendengar suara ustad Sanusi yang penuh wibawa dan dengan nada memohon itu, akhirnya satu demi satu warga pun mulai berdatangan ke rumah Ki Tomo. Setelah warga berkumpul lalu di bawah komando ustadz Sanusi mulailah mereta bergerak bekerja membantu proses pemakaman Ki Tomo.
Mulanya pekerjaan mereta normal. Tetapi saat jenazah hendak aibawa ke mushola untuk disholatkan terjadi keanehan. Empat orang yang mengangkat keranda tiba-tiba terjatuh karena tidak kuat menahan keranda yang tiba-tiba menjadi sangat berat! Setelah ditambah beberapa orang lagi barulah keranda terangkat.
Karena letak kuburan jauh, maka jenazah diangkat menggunakan mobil milik ustad Sanusi yang sehari-harinya biasa mengangkut hasil bumi ke kota. Saat sampai di kuburan lagi-lagi keanehan terjadi. Tiba-tiba turun hujan deras sekali. Spontan para pelayat mencari tempat untuk berlindung dari basahnya air hujan. Hujan yang turun dengan tiba-tiba itu diiringi oleh suara petir yang gemuruh dan cuaca pun jadi gelap. Aneh nya padahal sebelumnya cuaca cerah sekali tak ada tanda sedikitpun hujan akan turun.
"Bagaimana ini?" Tanya seorang warga pada ustadz Sanusi yang duduk di dalam mobilnya.
"Sabar saja, kita tunggu sampai hujan reda," jawab ustadz Sanusi.
Setengah jam kemudian hujan reda. Cuaca kembali terang, meskipun agak remang-remang karena hari menjelang sore. Dengan tertatih tatih warga yang memikul keranda berjalan berusaha mencapai lokasi kuburan yang sudah penuh digenangi air. Setelah dikuras, maka mulailah pocong Ki Tomo perlahan diturunkan ke liang lahat. Saat itu keanehan kembali terjadi. Tiba-tiba kembali terdengar suara petir yang menyambar-nyambar hingga membuat para pelayat kembali berlari berhamburan. Tetapi masih ada satu dua orang bertahan menemani ustadz Sanusi.
"Bagaimana ini, pak ustadz?" Tanya seorang warga yang memegang pacul.
"Ayo, cepat ditimbuni saja mumpung hujan belum turun. Tampaknya sebentar lagi hujan kernbali turun!" Kata ustadz Sanusi Memerintahkan warga yang memegang cangkul. Lalu dengan cekatan mereka menimbun kuburan Ki Tomo. Sementara ustadz Sanusi mulutnya terus berkomat kamit berdoa. Tepat menjelang Maghrib pemakaman jenazah selesai. Semua pelayat pulang dengan membawa kesan tersendiri di dalam hati mereka. Banyak pertanyaan bermunculan di hati para warga.
Dan belum lagi pertanyaan itu terjawab, keesokan harinya terjadi kegemparan karena seorang warga yang pagi itu hendak pergi ke ladang melewati pernakaman melrhat gundukan lanah kuburan Ki Tomo rata dengan tanah. Sedangkan liang kuburnya menganga. Setelah mendapat laporan dari warga yang melihat peristiwa itu keluarga Ki Tomo segera mendatangi kuburan Ki Tomo.
Tentu saja mereka sangat terkejut karena di dalam kuburan itu mayat Ki Tomo tidak ada! Melihat hal ini tentu saja Nafsiah istri almarhum Ki Tomo dan kedua anaknya jadi histeris. Mereka tidak percaya pada apa yang telah terjadi pada ayah mereka. Tak lagi Nafsiah yang tak henti-hentinya menangisi menyesali peristiwa itu.
"Duh, gusti... apa yang terjadi dengan almarhum suarniku. Apa dosanya?" Keluhnya berulangkali.
Melihat peristiwa aneh itu spekulasi pun bermunculan. Ada yang mengatakan kalau mayat Ki Tomo sengaja di ambil untuk digunakan sebagai sarana ilmu hitam. Ada juga yang mengatakan kalau ada oknum yang mencuri mayat Ki Tomo untuk diambil organ-organ tertentu nya. Ada juga yang berkomentar kalau mayat Ki Tomo itu dimakan binatang buas dan banyak lagi dugaan-dugaan lain yang membingungkan. Kejadian itu tentu saja keluarga almarhum tidak tinggal diam. Bersama warga dan aparat mereka berusaha mencari mayat Ki Tomo. Tetapi sejauh ini usaha pencarian itu tidak berhasil. Bahkan sampai hari ini hilangnya mayat Ki Tomo tetap jadi misteri.